Sementara Mahesa menjadi sangat gelisah. Semalam ia menemui seseorang yang telah menemukan tempat persembunyian mereka, lalu ia mengaku pada orang itu bahwa ia menyesal dan berjanji akan mengembalikan Lastri ke padepokan. Akan tetapi, pagi itu ia dikepung dan diserang mati-matian. Golok di tangannya nyaris tak berbentuk lagi, banyak yang geripis karena beradu.
Mahesa sempat melirik Lastri. Hanya kekasihnya itu yang sangat dikhawatirkannya. Ia rela berkorban apapun demi agar kekasihnya itu bahagia.
Mahesa benar-benar tidak menyangka bahwa Si Iblis Betina akan menyerangnya sehebat itu selagi ia masih seimbang melawan Pendekar Cebol dan Ki Bajul Brantas, tahu-tahu ujung tongkat Si Iblis Betina itu telah menghujam ke arah leher. Secepat kilat ia miringkan kepala, membiarkan tongkat itu lewat di dekat kulit lehernya, sementara goloknya pada detik yang sama menangkis golok Ki Bajul.
Ki Bajul menjerit dan bagian ujung goloknya putus, telapak tangannya terasa sakit dan hanya dengan melompat mundur ia dapat memperbaiki posisinya. Akan tetapi ujung golok di tangan Mahesa juga patah.
Kini datang pukulan Pendekar Cebol dari belakang mengarah ke tengkuk, sementara Si Iblis Betina dari depan menusukkan tongkat ke arah perut. Kembali Mahesa memiringkan tubuhnya sambil menangkis tongkat dengan golok dari atas ke bawah. Ujung tongkat yang meluncur deras itu membentur kepalan tangan Pendekar Cebol, yang langsung terpental ke belakang.
Kalau orang biasa yang terkena pukulan ujung tongkat itu tentu akan hancur tulangnya. Namun tangan Pendekar Cebol yang terlatih itu hanya mengalami tulang jari patah seukuran ujung tongkat dan kulit sekitarnya menghitam. Ia meringis kesakitan dan untuk sementara mundur menjauh.
Giliran Ki Bajul dengan golok yang juga banyak geripis itu menyabetkannya dengan ganas. Tongkat Si Iblis Betina berputar dan kembali mengancam kepala. Mahesa lebih fokus untuk menangkis tongkat, sehingga ia sedikit terlambat untuk menghindari golok Ki Bajul, maka bajunya di bagian perut robek dan melukai kulitnya. Hal itu tidak mengecilkan hatinya, malah menimbulkan kemarahan lebih hebat lagi. Teriakan dan seruannya menggema di udara dan gerakan goloknya makin ganas.
Tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkan. "Menyerah atau gadis ini akan mati!"
"Ha..ha..ha...!" Ki Kalong Wesi tertawa terkekeh-kekeh, juga diikuti beberapa orang lainnya. Rupanya Lastri telah berhasil mereka ringkus, kemudian semua mengambil posisi mengurung Mahesa. Jelas sekali bahwa mereka berniat menghabisi nyawa pemuda itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H