Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (89): Melanggar Ikrar

16 Oktober 2024   07:07 Diperbarui: 16 Oktober 2024   13:43 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Makin berdebar hati Mahesa, apa lagi melihat gadis itu kemudian memeluk pinggang dan menyandarkan kepala di dadanya. Tanpa terasa lagi kedua tangannya pun memeluk erat-erat untuk beberapa detik sambil berkata, "Untuk selamanya..!"

Setelah Lastri naik ke pohon. Mahesa mencoba menyelidiki tempat di mana tadi tampak bayangan orang yang berkelebat dengan cepat. Dia pasti orang yang berilmu tinggi, sehingga kehadirannya tidak mereka ketahui.

Setelah tidak menemukan apapun, Mahesa kembali duduk di atas batu. Bayangan tubuh indah Lastri terbayang-bayang di pelupuk mata, tak mau lenyap biar pun ia berusaha mengusirnya. Tiba-tiba ia berhenti, lalu merenung memandang langit. Hatinya serasa begitu hampa dan sunyi.

***

Puri Naga Nusantara itu sebetulnya tempat biasa saja. Sama seperti puri-puri pada umumnya. Jauh beda dengan rumah-rumah mewah kaum bangsawan di komplek istana. Sungguh, ia menjadi jauh lebih istimewah karena ada Putri Arum Naga di samping Lintang, dan mereka bersama merangkai kisah indah di tempat itu.

Berulang kali Lintang bercerita soal jalan menuju ke pintu surga, lalu Arum tersenyum dan tertawa sebentar. Itu benar-benar menyenangkan. Itu yang Lintang simpan di memorinya, senyum dan tawa itu, lalu diputar ulang untuk mengantar matanya terlelap.

Lintang terjaga di tengah malam, ia lalu menanti istrinya bangun hanya untuk menceritakan ulang soal kenikmatan yang telah mereka arungi bersama.

Lintang suka mengatakan berulang kali, meminta Arum agar selalu di sisinya. Ia suka mengatakan sembari menikmati kopi di teras, bahwa kehadiran Arum sangat berarti bagi dirinya.

Lintang duduk menyandarkan punggung pada sandaran ranjang. Ranjang itu seperti baru saja diguncang gempa bumi. Spreinya terlihat kusut, bantal dan guling berserakan dan ada yang jatuh di lantai. Warna sprei itu mengingatkan Lintang akan warna langit ketika senja. Lintang melihat paha Arum sedikit tersingkap, sementara bagian dadanya terbuka, dada itu naik turun dengan pelan, bernafas lembut.

Betapa wanita itu adalah makhluk terindah yang mustahil untuk diungkapkan lewat kata-kata. Rambutnya yang panjang tergerai berantakan, jatuh sebagian menutupi pipi. Semuanya terlalu sayang untuk tetap didiamkan dalam waktu lama.

Tiba-tiba Arum membuka matanya, menggerakkan badan, sepertinya ia bangun lebih cepat dari biasanya. Mereka saling bertatap pandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun