Hari belum sepenuhnya terang saat mereka berangkat. Sepanjang jalan tidak banyak yang mereka bicarakan. Lastri tidak mau menerka apa yang sedang dipikirkan Mahesa, ia terlampau bahagia hari itu. Ingin rasanya ia ungkapkan semuanya yang ada dalam hatinya, tapi ketika melihat Mahesa lebih banyak diam, ia menundanya.
Baru berjalan sekitar seratus meter, muncul beberapa orang yang langsung menyerbu ke arah mereka. Dua orang laki-laki mengeroyok Mahesa, dan enam orang mengepung Lastri.
Segera dua orang melancarkan serangan dengan hebat sekali. Serangan-serangan mereka bersuitan mengeluarkan angin, menyambar-nyambar mencari mangsa dan di antara mereka terdengar lengking-lengking saling bersahut, suara yang menggetarkan jantung karena suara ini dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam.
Pendekar Cebol, yang selama ini belum pernah menemui musuh berat kecuali pada saat berhadapan dengan Ki Teja pemimpin Padepokan Kera Putih, menjadi penasaran sekali. Guk Seger Cebol adalah seorang pendekar yang kedua tangannya telah digembleng dan diperkeras dengan latihan mencacah pasir panas. Ia bersilat dengan kedua tangan terbuka, dengan jari-jari lurus dan ibu jari ditekuk ke dalam sehingga kedua tangannya itu seakan-akan sepasang golok yang diserangkan dengan bacokan atau tusukan maut. Sementara yang seorang lagi, Pendekar Bajul Brantas, ialah seorang ahli tenaga dalam dan jago golok yang tangguh. Gerakannya gesit dan lincah. Ditambah keahlian khusus menerbangkan golok. Ia adalah guru di Padepokan Golok Terbang.
Tubuh Pendekar Cebol kadang-kadang meloncat tinggi diselingi teriakan-teriakan, kadang-kadang menerjang membabi buta seperti orang kesetanan. Ki Bajul Brantas beberapa kali mempergunakan gerakan tipuan, menyerang dengan golok tapi yang betul-betul merupakan serangan adalah pukulan tangan kiri, kadang-kadang menerjang hebat dengan tendangan bertubi-tubi dengan kedua kakinya. Mereka berdua mengerahkan seluruh kepandaiannya.
Akan tetapi, Mahesa benar-benar memiliki pertahanan yang kokoh sekali. Murid terbaik Benteng Nusa itu merasa sangat penasaran sampai mukanya bercucuran keringat, matanya menatap marah. Sebelumnya ia tidak pernah bertemu lawan sehebat kedua orang itu.
Namun Pendekar Cebol dan Ki Bajul Brantas dengan lincah dapat menghindarkan kurungan-kurungan golok yang dimainkan dengan Ilmu Pedang Akhirat itu, sehingga walau pun kedua orang itu terdesak oleh ilmu aneh itu, namun belum pernah golok Mahesa dapat menyentuh ujung baju mereka.
Tidak jauh dari tempat itu, Lastri yang sedang dikurung oleh enam orang murid Macan Abang, tampak kewalahan. Untungnya enam orang itu hanya berusaha untuk melumpuhkan, kalau bisa tanpa harus melukainya.
"Hm.., manusia-manusia pengecut!" hardik Lastri, "Beraninya mengandalkan banyak orang? Kalian pikir aku takut? Boleh, aku takkan mundur sejengkal pun!"
Pada saat Mahesa berhasil mendesak Pendekar Cebol dan Ki Bajul Brantas, tiba-tiba tampak berkelebat dua bayangan orang. Mahesa melihat bahwa orang itu adalah laki-laki berusia sekitar tujuh puluh tahun lebih, memelihara rambut dan jengot agak panjang, tubuhnya sedang tapi berotot, matanya berkilat-kilat merah bagai mata serigala. Orang itu berdiri di sebelah seorang nenek yang memegang tongkat keemasan. Mereka adalah Ki Kalong Wesi dan Si Iblis Betina.
Pasangan pendekar jahat itu diam-diam merasa kagum dan mengakui kehebatan murid Benteng Nusa. Dalam hati mereka bertanya-tanya, betapa hebat gurunya, jika muridnya saja sudah demikian hebat.