Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (75): Melabrak Kandang Macan

26 September 2024   05:11 Diperbarui: 26 September 2024   06:50 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arum tersentak membaca tulisan itu. Mulutnya terkunci sementara matanya berkaca-kaca.

"Apa Guru Putri mengenal suaranya?" akhirnya Mahesa Wijaya bertanya pelan.

Arum menggelengkan kepala dan keningnya berkerut, mencoba membongkar gudang memorinya. "Ilmu meringankan tubuhnya hebat..!" cetusnya sambil menarik napas panjang.

Waktu merayap amat lambat. Angin bertiup agak kencang, menggerakkan daun-daun, mengeluarkan bunyi yang terdengar amat mengerikan bagi orang-orang yang berada di dalam keadaan mencekam itu.

"Ahhh...!" keluh Arum di antara kedua matanya yang berkaca-kaca. Sekarang semakin sadarlah ia akan sikap masyarakat. Dia sadar apa artinya menjadi janda muda di masa itu. Pandangan hina akan menimpa dari segenap penjuru. Semua mata wanita akan menatapnya penuh rasa cemburu. Setiap gerak langkah dapat menimbulkan fitnah. Sedang mata pria hidung belang akan memandangnya penuh nafsu. Seorang janda bagaikan sebuah biduk kehilangan layar, terombang-ambing di tengah samudera kehidupan dan menjadi permainan gelombang.

Ketika mengejar penyusup tadi Arum masih merupakan seorang pendekar yang gagah perkasa. Sekarang ia merasa hatinya terhimpit oleh derita. Wajahnya terlihat muram. Namun sebagai seorang berjiwa pendekar, sungguh pun diri sendiri mengalami penderitaan batin yang berat, akan tetapi dia akan terus berjuang untuk menyelamatkan padepokan dan organisasi yang dipimpinnya.

Ia tidak tahu apakah ia masih akan bisa bertemu kembali dengan Lintang. Pemuda itu pasti sudah hidup enak, mewarisi harta yang banyak dan kedudukan tinggi bak seorang pangeran. Pemuda itu pasti akan dengan mudah melupakannya. Seribu gadis yang jauh lebih cantik dan lebih muda pasti akan berusaha merebut hatinya.

***

Malam itu sebagian tempat sengaja dibiarkan gelap gulita. Hal ini amat menguntungkan Arum karena biar pun penjagaan di padepokan diperketat, akan tetapi, karena kepandaian ilmunya yang tinggi, penyusup itu dikhawatirkan masih dapat menerobos masuk. Sebelum para murid mengetahui, Arum sudah berada di atas genting rumah induk di area padepokan.

Perhatian Arum segera tertarik melihat Mahesa dan Ayu Lastri, dua murid senior yang ilmunya cukup bisa diandalkan itu, tengah mengumpulkan rekan-rekan di halaman tengah dan tampak sedang memberi petunjuk.

"Jangan sampai kita kecolongan lagi!" pungkas Mahesa. Mereka lalu membubarkan diri dan segera menempati tempat persembunyian mereka masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun