Saat itu puluhan murid Perguruan Benteng Naga sudah muncul di pintu gerbang. Mereka menerobos masuk dan berdiri di belakang Guru Putri Arum.
"Guru Putri, kami sudah menyuruh teman-teman untuk menghubungi guru-guru lainnya," kata Mahesa dengan suara sengaja dikeraskan. Ia memang cerdik. "Mereka akan secepatnya menyusul ke sini!"
"Sebenarnya ada urusan apa kalian ke sini?" tanya Ki Demang. "Kalau kalian ada urusan dengan Si Iblis Betina, silakan di selesaikan di tempat lain. Tapi sekarang Si Iblis Betina ini menjadi tamu kami, jadi mengganggu dia sama halnya mengganggu kami! Itu lain lagi urusannya!"
"Itu sama halnya kalian melindungi penjahat!" bentak Arum, "Ataukah barangkali Perguruan Macan Abang memang diam saja kalau namanya dirusak oleh seorang penjahat yang berlindung di padepokannya?"
Ki Demang dan kawan-kawannya terdiam, tidak menemukan dalih untuk menjawab.
"Hem.., kalau perguruan kami memiliki satu aturan khusus, yaitu bila ada seorang murid yang melakukan kejahatan, tidak boleh ada orang lain yang bertindak, kami sendiri yang akan menghukumnya!"
"Benteng Cacing mana bisa disejajarkan dengan Macan Abang!" bentak Pendekar Cebol sambil matanya membelalak. Dia memang orang yang kaya kalimat hinaan tapi miskin logika.
"Memang tidak bisa, kami dari Benteng Naga menang jauh dalam hal memegang peraturan!" Mahesa ganti membentak sambil membusungkan dada menantang. "Beda jauh dengan Macan Cebol!"
"Kita adalah laki-laki, tidak seperti perempuan," sahut Ki Kalong Wesi, "Laki-laki tidak banyak bicara, tapi banyak mempergunakan senjata. Ada urusan, tidak perlu bicara bertele-tele, angkat senjata mencari keputusan siapa yang hidup siapa yang mati. Habis perkara! Jadi ayo kita selesaikan!"
Karena Pendekar Kalong Wesi merupakan seorang yang berwatak keji, maka sorot kemarahan pada mata Arum itu justru menimbulkan gairah baginya, wajah Arum yang judes itu menjadi semakin cantik jelita dalam pandangan matanya. Ia punya rencana untuk merebut pedang pusaka sekaligus menculik Arum, tapi tentu tidak di depan orang banyak. Lagipula ia memang memandang rendah kepada wanita belia itu.
Untungnya ketika tadi Mahesa berbohong dengan mengatakan ada orang-orang kubu mereka yang akan menyusul, membuat Ki Demang tidak berani bertindak gegabah. Ia lalu meminta orang-orangnya untuk menahan diri. Satu hal yang membuat mereka semua mengagumi Pendekar Jelita, yakni keberaniannya melabrak sarang lawan.