Benar juga, akhirnya iblis penyusup itu melompat ke pohon dan terus pindah dari pohon ke pohon lain dan akhirnya berhasil keluar pagar.
"Iblis pengecut, jangan harap kau bisa pergi begitu saja!" Arum membentak marah dan ikut pula melompat dari pohon ke pohon dengan gerakan indah dan cepat.
Ilmu lari cepatnya tidak kalah jauh, sehingga ia mampu mempertahankan jarak yang hanya sekitar sepuluh meter. Sementara, setelah seratus meter, murid-murid yang ikut mengejar semakin ketinggalan dan kini tidak tampak lagi.
Tidak lama kemudian, setelah berlari sekitar empat kilometer, sampailah mereka berdua di sebuah bangunan. Si Iblis Betina masuk dengan melompat pagar dan menuju teras sebuah rumah besar. Itu adalah rumah kediaman Ki Demang Wiryo.
Di teras saat itu tampak Ki Demang sedang berbincang-bincang bersama beberapa orang. Ada kedua orang Pendekar Jeliteng, Ki Geni, Pendekar Cebol, Ki Birawa dan seorang lelaki tua yang asing bagi Arum. Si Iblis Betina langsung bergabung dengan mereka.
Arum berdiri di pelataran. "Iblis Betina, apakah kau begitu pengecut?" Ia membentak marah. "Mengapa kau berlindung di tempat orang? Kalau kau memang seorang pendekar, mari kita melanjutkan pertempuran di luar!"
Beberapa orang penjaga kademangan berlari dari pos jaga dan mengepung wanita belia itu. Mereka menunggu perintah.
Ki Demang segera bangkit dan maju menghadapi Arum. Ia berkata tenang, "Ning Arum, harap kau memandang muka kami dan tidak memusuhi tamu kami di sini!"
"Suruh pengecut itu keluar dan saya tunggu di luar!"
"Ha..ha..ha.., gadis muda, besar sekali nyalimu!" Ki Demang tertawa dan diikuti oleh yang lain. Namun di dalam hati mereka sangat mengagumi wanita belia itu. Bahkan Si Iblis Betina yang namanya cukup angker di dunia persilatan dibuat lari terbirit-birit olehnya.
Pedang pusaka di tangan Arum bergetar. Energi pedang itu memang meningkatkan keberaniannya, apa lagi ilmu silatnya memang tinggi dan waktu itu dia sedang dalam keadaan marah. Sama sekali ia tidak gentar meskipun berada di kandang macan.