Mereka berdua sedang jajan di warung makan depan padepokan. Di meja pojok, berjarak sekitar delapan meter dari tempat duduk Topo. Begawan Kegelapan itu menggunakan tutup kepala dari jerami duduk membelakangi kedua gadis itu. Dengan kekuatan pendengaran gaib ajian 'sapta pangrungu', ia menyimak obrolan mereka.
"Hm, bagaimana menurut mu mengenai Cak Topo?" tanya Mirah hati-hati.
"Biasa saja. Memang kenapa?"
"Dia sekarang sudah jadi orang hebat dan mapan!"
"Terus?" tanya Ajeng merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan sahabatnya di balik kalimat itu.
"Terus.., gak ada terusannya!" jawab Mirah datar. Ia kenal betul kharakter Ajeng, dan sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa sahabatnya itu tidak punya perasaan cinta kepada Topo. "Cuma menurutku, ini menurutku lho ya, banyak gadis yang berandai-andai bisa menjadi istri pendekar sakti itu!"
Ajeng balik bertanya, "Kamu pingin daftar jadi calon istrinya?"
"Jangan-jangan kamu yang pingin daftar?" balas Mirah cepat.
"Ha..ha..ha...!"
"Kok ketawa. Kamu benar gak kepingin?"
"Gak!" jawab Ajeng singkat, "Gak sama sekali!"