Tempat yang mereka lalui adalah jalan yang mirip lorong membela hutan yang masih lebat. Pemandangan yang amatlah indah, dengan segala macam tumbuhan yang kelihatan kacau namun terdapat keselarasan yang harmoni. Matahari yang berada di atas tampak cerah, tanpa ada gangguan awan sedikitpun. Sinarnya bebas menyinari bumi dan segala yang berada di sana.
"Kanda..!" panggil Arum.
Tulus sedang menangkap pergerakan beberapa orang yang mengawasi dari atas pohon. "Ya Dindaku sayang!" Ia memalingkan muka memandang istrinya sambil tersenyum. Senyumnya begitu lembut dan tatapan matanya penuh kasih.
Itulah yang membuat Arum merasa suaminya itu seolah-olah telah tahu apa yang terkandung di dalam hatinya, sehingga seringkali membuat ia tidak dapat melanjutkan kata-kata. Kini ia telah membulatkan hati dan berkata dengan suara lirih, "Kanda sudah tahu?"
"Tahu soal apa?" Kini salah seorang di atas pohon bersiul menirukan suara burung. Itu pasti sebuah sandi.
"Yang akan aku katakan?"
"Ya gak tahu, Sayang!"
"Benar?"
"Iya benar!"
"Aku hamil?"
Dokar itu berjalan perlahan. Tiba-tiba ada segerombolan orang muncul dari semak-semak dan menghadang jalan. Beberapa orang lagi muncul di atas pohon dan mengarahkan panah. Tempat itu telah dikurung dengan ketat oleh belasan orang dengan senjata masing-masing dan sikap mengancam.