Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (40): Menjemput Malaikat Maut

6 Agustus 2024   05:24 Diperbarui: 6 Agustus 2024   09:10 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

"Hmm..!" Lelaki bercambang lebat meloncat turun dari kudanya, "Tidak salah tilik sandhi kami mengatakan bahwa kau, Kelabang Karang, pasti sembunyi di sini! Kau telah membawa lari harta rampasan perang dan telah membunuh saudara seperguruan kami, Ki Rojowojo. Sekarang kau menyerah atau terpaksa aku habisi kalian semua?"

"Tahan sebentar..!" ucap Mpu Naga.

"Hei, Gana!" potong lelaki beringas itu memanggil nama asli Mpu Naga, "Jangan kau pikir aku takut dengan nama besarmu! Harap kamu tahu, tidak sama sekali!"

Sela Ki Kelabang menyahut, "Sebagai prajurit Majapahit, aku siap menanggung resiko apapun. Aku sudah terbiasa menjemput malaikat maut. Tapi ini urusanku dengan kalian para prajurit pengkhianat Majapahit. Jangan sangkut-pautkan saudaraku Mpu Naga dan perguruan ini. Mereka tidak tahu apa-apa! Ayo kita selesaikan di luar!"

"Hei..! Kamu penjahat tidak berhak mengatur kami!" bantah orang brewok itu sambil menarik golok besarnya dan langsung melancarkan serangan. Lelaki bercambang lebat itu sudah tidak sabar. Ia dijuluki Pendekar Golok Dewa. Tentu bukan orang sembarangan. Kalau tidak memiliki kepandaian tinggi, ia tidak mungkin bisa menjadi kepala pengawal Tumenggung Legowo.

Pertempuran langsung terjadi dengan sangat sengit. Beberapa kali kedua orang itu berseru mengerahkan seluruh tenaga, dan ketika tenaga hebat itu berbenturan keduanya terpental ke belakang. Muka Ki Kelabang yang tampak pucat itu mengucurkan peluh membasahi dahi dan pipinya. Ia memang menguras tenaga lebih besar karena menghadapi pertempuran itu hanya dengan tangan kosong. Andaikata ia memegang senjata kapak pusakanya tentu akan lain ceritanya. Ditambah luka di pahanya akibat tusukan tombak belum sembuh. Tampak darah merembes membasahi kain balutan luka.

Gerakan Ki Kelabang mulai melemah, dan itu tidak disia-siakan oleh Pendekar Golok Dewa untuk memperhebat serangannya. Ki Kelabang adalah seorang prajurit hebat, namun kini ia terdesak luar biasa. Golok Dewa sedang melancarkan jurus paling mematikan yang menjadi andalannya, sampai akhirnya golok yang besar dan berat itu berhasil melukai pundak lawan, lalu mengenai perut dan merobeknya. Ki Kelabang terhuyung-huyung mundur bermandi darah. Golok Dewa tanpa memberi ampun mengejar dan menyabetkan goloknya ke arah leher.

Tiba-tiba golok itu tertangkis dan berbelok arah. Mpu Naga berdiri dengan menyilangkan tongkat melindungi Ki Kelabang yang roboh. Tangan Mpu Naga gemetar merasakan betapa hebatnya tenaga dalam Pendekar Golok Dewa.

"Kau mau ikut-ikutan urusan ini, Mpu Naga?" seru Pendekar Jeliteng marah sambil meloncat maju.

"Cak!" kata Ki Kelabang lirih sambil berusaha bangun, "Jangan! Ini urusanku, kamu jangan ikut campur!" katanya sebelum akhirnya roboh dan tak bernafas. Prajurit hebat itu tewas.

"Aku tidak mungkin bisa diam saja melihat saudaraku dibunuh di depan mataku!" kata Mpu Naga dengan gigi gemeretak menahan amarah. Darahnya mendidih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun