"Adik Arum, tahan dulu...!" Tulus melangkah maju menenangkan Arum. Tentu saja ia terheran-heran melihat perubahan sikap gadis yang biasanya tenang dan lembut itu.
"Tidak usah pedulikan aku!"
Tulus benar-benar bingung. Selama ini Arum selalu bersikap manis kepadanya dan biar pun dia tahu bahwa gadis itu mewarisi hati keras Mpu Naga, akan tetapi belum pernah bersikap sekeras itu kepadanya. Sungguh aneh.
Lelaki brewokan itu memandang Arum dan berkata mengejek. "Bagus, kamu rupanya sudah bosan hidup gadis kencur! Tangkap dia!"
"Tahan dulu!" Tulus mengangkat tangan kanannya ke atas.
"Hai, orang brewok tolol!" timpal Arum semakin kalap, "Jaga ucapanmu! Setan pengkhianat dan penjilat kok mengaku pahlawan. Aku memang tidak takut mati! Nah, kau mau apa?!" Arum menegakan kepala, mengangkat dada dan dalam posisi siap bertarung.
Lelaki brewok berbadan besar dengan wajah brangasan itu menjadi sangat murka. Kalimat yang keluar dari mulut gadis itu membuat mukanya terasa memerah panas. Andaikata bukan seorang gadis, pasti sudah ia remukan kepalanya. "Ayo tangkap semua pendukung Majapahit ini hidup atau mati!" perintahnya kepada para anak buahnya, yang segera membuat mereka melompat ke depan dengan sigap.
Semua murid perguruan Benteng Naga pun bergerak siap membela putri guru mereka.
"Tunggu..!" Mpu Naga Neraka muncul dengan melayang di atas kepala-kepala muridnya dan mendarat di tengah kedua kubu yang saling berhadap-hadapan.
Disusul oleh Ki Kelabang Karang. "Ada apa ini?"
Di antara barisan orang-orang tak diundang itu melangkah maju dua orang yang tidak asing lagi, Pendekar Jeliteng, Ki Paimo dan Ki Paidi. Pantas saja mereka berani kurang ajar.