Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Lipstik

20 Mei 2024   08:47 Diperbarui: 9 Juni 2024   22:06 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masih sekitar dua jam lagi kita akan sampai di puncak!" ujarku memotivasi, "Dari puncak, kita bisa menyaksikan pemandangan menarik ke arah Selekta, Tretes dan kaki-kaki langit di Selat Madura!"

Meskipun Tejo dan Farid masih tampak penuh gairah, tapi tidak seantusias tadi. "Di atas nanti ada dua kawah berwarna kekuningan yang menyemburkan gas belerang," sambungku, "Kawah Jero dan Kawah Plupuh, tempat bijih belerang ditambang secara tradisional. Tapi hati-hati, terpapar aroma asap belerang dalam waktu lama bisa menyebabkan pusing!"

Tatkala mau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba kabut turun. Semakin lama semakin tebal. Kami lupa tadi tidak mengenakan jaket, sehingga mulai menggigil kedinginan. Suasana berubah remang-remang dan menyeramkan.

"Bagaimana? Lanjut?" tantangku, tapi dalam hati aku berharap mereka minta turun.

"Kita turun saja, Mas!" jawab Farid, "Takut kalau nanti kemalaman! Apalagi kita gak bawa jaket!"

"Kamu bagaimana?" tanyaku berpaling ke Tejo.

Dengan lirih anak Ponorogo itu menjawab, "Iya turun saja, Mas! Maaf!"

Alhamdulillah! Setidaknya aku tahu seberapa besar nyali mereka. Kini tidak terlintas lagi sedikit pun kesombongan. Padahal sebetulnya aku sendiri juga ingin turun. "Baiklah! Kita turun!" Lega rasanya.

Kami berbalik arah. Kini, menuruni jalan berbatu yang berantakan merupakan siksaan tersendiri. Mungkin karena kondisi tubuh sudah mulai menurun.

Baru beberapa menit berjalan, kami mendapati seorang gadis duduk sendirian di atas batu. Kami pun menghampirinya.

"Kok sendirian, Dik?" tanya Tejo yang memang terkenal paling percaya diri terhadap perempuan dibanding kami semua sekos-kosan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun