"Tiup lilinnya..tiup lilinnya..." Aku bersorak-sorak sambil menepuk-nepukkan tangan yang diikuti oleh ayah dan ibu. Satu, dua, tigaaa...
"Kok lilinnya masih pada nyala?" Wajah yang bingung. Wajah yang culun. Hahaha..kami tertawa.
"Lebih kencanglah Gan, keluarkan tenagalah dikit." Ganda menarik nafas dalam-dalam. Pipinya kembung penuh udara.Ketika dia mengembuskan nafas, lilin-lilin masih menyala. Kami semua tertawa-tawa. Aku sampai memegangi  perut.
Ayah akhirnya pergi ke kamar mandi. Mengambil ember berisi air. Ibu mencabut semua lilin dan memasukkannya ke dalam ember. Magic-magic candle itupun padam.
Tepat jam sepuluh ketika Ganda pamitan. Aku menghantarkannya sampai ke pintu pagar.
"Apa yang membuatmu datang ke mari?" Pertanyaan itu telah aku tahan dari tadi. Kehadirannya setelah absen sekian lama tak urung mengguncang.
"Aku lewat dari perpustakaan tadi sore. Syok melihat danau buatan itu telah ditimbun. Mengapa kau tak memberitahunya padaku?"
"Perasaan itu dimuat besar-besarlah di koran. Ga pernah lagi kau kurasa baca koran yah sejak pake BB?"
Aku menggigit lidah. Terlambat! Aduh, kenapa aku mesti mengungkit benda mati satu itu.
Ganda mematikan mesin.
"Bosan, BB ga bisa diajak berantam kayak kau."