Mohon tunggu...
Audrey Ali
Audrey Ali Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengajar Bahasa Jerman/Akuntansi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Telaga Tak Bertepi

3 Mei 2012   09:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:47 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini nih yang ga aku suka dari kamu, ya udah kalau emang ga mau beli BB. Ga usah pake marah. Toh aku nyaranin itu buar kelancaran komunikasi kita, kan? Udah ah, cepatan makannya, biar pulang!"

"Pulanglah duluan. Lagi emosi kita. Biar masing-masing mendinginkan kepala." Aku menjawab tanpa mengalihkan pandang pada angsa-angsa yang tengah berenang. Anak-anak bermain bola di tepian danau. Bertelanjang dada mengejar dan menendang bola ke sana ke mari. Riuh rendah yang tak sampai ke telinga. Rasanya seperti menonton adegan di film bisu.

Tak kuduga, Ganda bangkit dari duduknya. Menarik kasar jaket yang tadi dihamparkan di rumpun soka. Kuntum-kuntumnya sampai ikut berjatuhan. Biasanya, dia tahu kami kaum perempuan ucapan bibirnya bertolak belakang dengan hati. Apalagi kalau marah-marahan begini. Kaum perempuan itu kan ingin dibujuk?

Aku berusaha keras tidak memedulikan kepergiannya. Tidak juga memalingkan wajah ketika deru motor meraung-raung meninggalkan asap di pelataran parkir di luar pagar yang membatasi danau buatan ini dengan gedung perpustakaan. Bah, pergilah! Pergi bawa BBmu itu!!! Teriakku kuat-kuat. Kepada danau yang cuma diam tak beriak sedikitpun. Kepada angsa-angsa yang terkejut mendengar ucapanku lantas cepat-cepat berenang. Kepada anak-anak yang juga terkejut dan menyadari bola yang mereka sepak bergulir masuk ke danau. Mereka berpandangan, tujuh anak. Ketujuhnya mengangkat bahu. Ketujuhnya menceburkan diri ke danau.

Angsa-angsa itu mengepak-ngepakkan sayap. Danau mulai beriak. Anak-anak berteriak. Ini baru senja yang bersahaja.

***

Halaman yang tersisa tempat pita pembatas terselip sudah penuh dengan goresan rumpun soka. Di bawah, di atas bahkan sampai menutupi larik-larik yang coba kususun enam minggu terakhir.

Aku menutup buku folio. Kalender meja telah kusilang. Minggu ketiga di bulan ini. Hari jadi Ganda. Tanggal, yang sebenarnya di saat itu aku ingin membawa kado istimewa. Lagu ini sudah lama aku karang. Sendiri. Aransemen gitarnya sudah pula direkam sederhana dan disimpan ke dalam bentuk CD yang sudah pula kubungkus.

"Kalian berdua memang keras kepala yah!" Pintu kamar dibuka. Ibu masuk membawa setumpuk handuk. Tanpa bicara membuka lemari dan menempatkkannya di rak paling bawah.

"Yah..gitu deh Mam." sahutku. Masih memandangi kalender yang tanggal hari ini kusilang besar-besar memakai pena merah. Hari ini, minggu ketiga di bulan ketiga tahun ini, hari ulang tahunnya Ganda.

"Mengapa kamu tidak menyanyikannya saja sekarang? Mam mau dengar." Setelah menutup pintu lemari, ibu duduk di tempat tidurku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun