Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Satu Cinta Tiga Duka

17 Maret 2021   07:02 Diperbarui: 17 Maret 2021   07:07 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mana calon suamimu itu, nak?" begitu wanita itu sering bertanya pada putrinya.

"Dia pasti akan datang, ma!" selalu begitu jawab Nina. "Dia mengatakan sangat cinta padaku seperti aku pun sangat cinta pada dirinya."

"Tetapi siapa laki-laki itu, nak? Kau kan harus  memberitahu mamamu?"

Tetap kukuh dengan pendiriannya, Nina menolak.

"Nina tidak ingin setelah mama tahu, mama bilang papa. Nina khawatir kalau papa tahu, papa akan bertengkar dan marah-marah. Nina tidak ingin itu terjadi."

          "Mama tidak akan memberitahu papamu, nak!"

"Dia akan datang ke sini, setelah semua urusannya beres, begitu janjinya padaku, ma!" katanya menolak.

Kalau sudah begini wanita itu cuma bisa diam. Bagi seorang ibu keadaan anaknyalah yang sebenarnya paling penting. Segala macam kehormatan, harga diri, martabat dan pertimbangan lain akan mengalah pada satu hal, yaitu keadaan anaknya.

Seorang ibu akan berbahagia kalau melihat anak-nya berbahagia. Begitu juga dengan wanita itu. Akhirnya dia pasrah dan merasa ikut berbahagia, karena ternyata Nina tampak lebih bahagia dengan keadaannya yang sekarang.

Nina dengan lancar akan mengungkapkan seluruh perasaan hatinya, mengungkapkan perasaan cintanya, perasaan rindunya, cita-cita dan harapannya kalau kelak anaknya lahir. Sang mama mendengarkan itu semua dengan bibir mengulum senyum. Dirinya ikut berbahagia.

Semua  berakhir, ketika sepucuk surat tanpa alamat pengirim yang jelas, tiba di tangan Nina. Mamanya menyaksikan bagaimana tangan putrinya bergetar ketika membaca surat singkat itu tetapi Nina tidak membolehkan orang lain membaca surat itu. Tidak juga mamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun