Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Misteri Cangkir Retak

8 Maret 2021   09:30 Diperbarui: 8 Maret 2021   10:12 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengangguk. Kuterima amplop dari tangannya dan kemudian keluar tanpa pamit lagi. Pertarungan telah dimulai. Besok aku harus membuktikan kemampuanku. Kesokan harinya, aku tidak masuk kuliah. Selesai mandi dan sarapan pagi, aku berangkat ke rumah Santoso. Ternyata dia sudah berpakaian  rapi  dan duduk di  beranda  rumah,  seperti memang sedang menunggu kedatanganku.

"Kau kelihatannya mau pergi!" kataku sambil  menjatuhkan pantat di kursi sebelah kanannya.

"Ya," jawabnya sambil menganggukkan kepalanya. "Sore nanti baru kembali. Kau tidak akan terganggu dengan penyelidikanmu. Bagaimana? Aku berangkat dulu, ya!"

Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian Santoso lenyap dari pandanganku. Aku tidak cepat-cepat beranjak dari tempat duduk. Tanpa kusadari diam-diam muncul perasaan menyesal atas kesembronoanku. Tangan kananku masuk ke saku baju. Lipatan amplop berisi jawaban terasa.

"Ah," desahku," seakan melontarkan penyesalan di hati, "akan kubongkar rahasiamu, kawan!"

Aku  bangkit  dan melangkah masuk ke dalam.  Kamar  koleksi cangkir retak terbuka pintunya. Rupanya Santoso sudah menyiapkan segalanya. Aku melangkah masuk dengan mantap. Di meja tulis dekat pintu, segelas besar teh  tersedia. Secarik kertas ada di bawahnya. Ketika aku mendekat, kulihat tulisan tangan Santoso: "UNTUK KAU MINUM KALAU ENGKAU HAUS."

Diam-diam  aku  tersenyum. Dia rupanya menyangka  aku  akan lama  dalam ruangan ini. Sangkaannya akan benar kalau aku tidak segera berhasil membongkar maksud semua ini, tetapi bagaimana kalau dalam waktu singkat saja aku  berhasil menerka dan menebaknya? Bukankah aku tidak perlu berlama-lama di sini, dan ini berarti tidak sempat haus?

Setelah sekali lagi menggelengkan kepala, aku berputar dan mulai penyelidikanku. Seluruh dinding ruangan penuh dengan rak-rak kayu berpelitur mengkilap. Tiga perempat bagian rak-rak itu penuh dengan cangkir-cangkir retak beraneka warna. Yang seperempat masih kosong  tetapi kupikir  dalam  waktu kurang dari setengah tahun, rak-rak itu tentu sudah terisi.

Aku berjalan mendekat, kumulai dari pojok sebelah  kanan. Kuambil cangkir di deretan rak nomer dua. Cangkir berwarna biru. Garis retakannya terlihat memanjang dari  arah kanan atas ke kiri bawah. Cangkir ini tentu penah tertumbuk benda keras atau mungkin   jatuh  sehingga  retak   seperti itu. Di pegangannya tergantung sehelai benang label catatan.

Label itu buatan Santoso sendiri.

No. 098 Diketemukan di tempat sampah di depan rumah Jl. Anjasmorono. 96, tanggal 2 Agustus 1980 tepatnya pukul 4.00 sore. Garis retaknya cukup unik dan menimbulkan keindahan tersendiri.  STS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun