Aku mengangguk. Kuterima amplop dari tangannya dan kemudian keluar tanpa pamit lagi. Pertarungan telah dimulai. Besok aku harus membuktikan kemampuanku. Kesokan harinya, aku tidak masuk kuliah. Selesai mandi dan sarapan pagi, aku berangkat ke rumah Santoso. Ternyata dia sudah berpakaian  rapi  dan duduk di  beranda  rumah,  seperti memang sedang menunggu kedatanganku.
"Kau kelihatannya mau pergi!" kataku sambil  menjatuhkan pantat di kursi sebelah kanannya.
"Ya," jawabnya sambil menganggukkan kepalanya. "Sore nanti baru kembali. Kau tidak akan terganggu dengan penyelidikanmu. Bagaimana? Aku berangkat dulu, ya!"
Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian Santoso lenyap dari pandanganku. Aku tidak cepat-cepat beranjak dari tempat duduk. Tanpa kusadari diam-diam muncul perasaan menyesal atas kesembronoanku. Tangan kananku masuk ke saku baju. Lipatan amplop berisi jawaban terasa.
"Ah," desahku," seakan melontarkan penyesalan di hati, "akan kubongkar rahasiamu, kawan!"
Aku  bangkit  dan melangkah masuk ke dalam.  Kamar  koleksi cangkir retak terbuka pintunya. Rupanya Santoso sudah menyiapkan segalanya. Aku melangkah masuk dengan mantap. Di meja tulis dekat pintu, segelas besar teh  tersedia. Secarik kertas ada di bawahnya. Ketika aku mendekat, kulihat tulisan tangan Santoso: "UNTUK KAU MINUM KALAU ENGKAU HAUS."
Diam-diam  aku  tersenyum. Dia rupanya menyangka  aku  akan lama  dalam ruangan ini. Sangkaannya akan benar kalau aku tidak segera berhasil membongkar maksud semua ini, tetapi bagaimana kalau dalam waktu singkat saja aku  berhasil menerka dan menebaknya? Bukankah aku tidak perlu berlama-lama di sini, dan ini berarti tidak sempat haus?
Setelah sekali lagi menggelengkan kepala, aku berputar dan mulai penyelidikanku. Seluruh dinding ruangan penuh dengan rak-rak kayu berpelitur mengkilap. Tiga perempat bagian rak-rak itu penuh dengan cangkir-cangkir retak beraneka warna. Yang seperempat masih kosong  tetapi kupikir  dalam  waktu kurang dari setengah tahun, rak-rak itu tentu sudah terisi.
Aku berjalan mendekat, kumulai dari pojok sebelah  kanan. Kuambil cangkir di deretan rak nomer dua. Cangkir berwarna biru. Garis retakannya terlihat memanjang dari  arah kanan atas ke kiri bawah. Cangkir ini tentu penah tertumbuk benda keras atau mungkin  jatuh  sehingga  retak  seperti itu. Di pegangannya tergantung sehelai benang label catatan.
Label itu buatan Santoso sendiri.
No. 098 Diketemukan di tempat sampah di depan rumah Jl. Anjasmorono. 96, tanggal 2 Agustus 1980 tepatnya pukul 4.00 sore. Garis retaknya cukup unik dan menimbulkan keindahan tersendiri. Â STS.