Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Hadiah Tahun Baru

20 Februari 2021   18:27 Diperbarui: 20 Februari 2021   18:30 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si Cambang lebat ternyata ragu-ragu sejenak.

"Isinya sayang kalau sampai rusak!" kata si Cambang lebat. "Kalau bukan jam dengan rantai terbuat dari untaian mutiara, tentu jam dengan rantai terbuat dari emas."

"Jangan sok pintar. Dari mana tahu kalau isi bungkusan ini jam segala? Kalau bukan uang tentu emas permata. Hadiah untuk seorang Kolonel seperti si Purwanto ini tentu barang mahal. Kalau tidak, huh ... jangan harap urusanmu beres dan cepat lancar. Cabut keluar golok atau belatimu!"

"Beres, kang!" kata si Cambang lebat, "tetapi aku berani bertaruh, isinya pasti semacam jam. Aku mendengar bunyi detiknya jelas sekali."

Si Cambang lebat mengeluarkan pisau belatinya. Tajam, putih dan berkilat. Memancarkan hawa maut. Belati kecil ini sudah banyak kali menerobos masuk ke tubuh manusia. Si Kumis lebat mendekatkan kepalanya, sebelum akhirnya dia ikut mengangguk.

"Aku juga mendengar detiknya, kang!" kata si Kumis lebat.

Bronto menggerutkan kening. Dia tidak mendengar bunyi detik jam, karena duduk di kursi sambil menyandar. Mungkin terlalu jauh untuk telinganya yang mulai beranjak tua ini. Tentu saja, kalau dirinya ditanya tentang kemampuan telinganya, Bronto tidak akan ragu-ragu mengatakan bahwa telinganya masih seperti ketika dia muda. Sehat dan tajam. Penasaran karena tidak mendengar detik jam, Bronto bangkit dari duduknya dan mendekatkan kepala. Sekarang dia mendengar detikan halus.

"Sebuah jam?" katanya pelan seperti tidak percaya. "Seorang Kolonel diberi hadiah cuma sebuah jam? Apa-apaan ini!"

"Jam juga ada yang mahal, kang!" si Kumis lebat berkata. "Kalau badannya terbuat dari emas, kan mahal!"

"Huh ..., " Bronto cuma mendengus.

"Boleh saya buka sekarang, kang?" tanya si Cambang sambil mempermainkan belatinya yang berkilat-kilat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun