Mohon tunggu...
TONNY E. NUBATONIS
TONNY E. NUBATONIS Mohon Tunggu... Lainnya - - Visi Raja, Hati Hamba, Mental prajurit -

_MENULIS UNTUK BELAJAR DAN BERBAGI_ *Tertarik dengan Keuangan Perkoperasian, Literasi Keuangan, Bisnis, Investasi dan Financial Freedom*.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Koperasi, Rentenir, dan Stigma Masyarakat: Tips Memilih Koperasi yang Tepat

15 Juli 2024   00:10 Diperbarui: 15 Juli 2024   22:22 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usaha kios mama Sinta - Dokpri 
Usaha kios mama Sinta - Dokpri 

Di akhir proses survey, ibu Sinta menuturkan bahwa ia sangat terbantu sekali dengan peran koperasi dalam mendukung pengembangan usaha kiosnya. 

Usahanya berkembang dan membuat penghasilan usaha semakin memadai demi memenuhi kebutuhannya bersama keempat orang anaknya yang telah ditinggal mati suaminya 7 tahun silam.

Sang ibu juga mengaku bahwa selain pengajuan pinjaman modal usaha untuk menambah pendapatan keuangan, melalui berkoperasi membuatnya pun disiplin menabung untuk berbagai keperluan, terkhususnya untuk menunjang kebutuhan pendidikan anak-anaknya.

Stigma Negatif Terhadap Koperasi

Cerita tentang ibu Sinta di atas ini hanya menjadi salah satu contoh dampak positif koperasi bagi masyarakat dari sekian banyak kasus yang saya temui di lapangan.

Terlepas dari dampak positif tersebut, koperasi yang merupakan soko guru perekonomian nasional ini juga tidak luput dari stigma negatif. Beberapa contoh stigma dari masyarakat terhadap koperasi-koperasi pada umumnya, yang sejauh ini saya temui di lapangan seperti:

Koperasi disama-samakan dengan Rentenir.

Ada sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman bahwa koperasi bukanlah lembaga yang dimiliki oleh anggota-anggotanya, melainkan milik individu tertentu yang hanya didirikan dengan bertujuan untuk meraup banyak keuntungan bunga kredit yang tinggi dari masyarakat.

Perspektif tersebut timbul tentu bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan karena cukup banyak rentenir dan investasi bodong berkedok koperasi yang bermunculan di tengah masyarakat.

Oknum rentenir ini menjalankan usaha mengatasnamakan koperasi yang sistemnya jauh dari praktik atau prinsip koperasi dan tidak sejalan dengan UU Perkoperasian.

Mirisnya, hal ini membuat pandangan umum di masyarakat yang berkembang bahwa, seolah-olah individu yang menjalankan usaha rentenirnya pasti adalah koperasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun