Mohon tunggu...
Tonny E. Nubatonis
Tonny E. Nubatonis Mohon Tunggu... Petani - Ana Lapangan

Menulis, menulis dan menulis untuk mengabadikan suara hati dan buah pikiran melalui TULISAN. Email : tonnyeliaser@gmail.com_ WA/HP : 082237201011_ Facebook : Tonny E. N

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Koperasi, Rentenir, dan Stigma Masyarakat: Tips Memilih Koperasi yang Tepat

15 Juli 2024   00:10 Diperbarui: 15 Juli 2024   00:13 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi : rakyatsulsel.fajar.co.id)

Terhitung 3 hari sebelum artikel ini ditayangkan yakni pada jumat, 12 Juli 2024, seperti biasa selepas briefing pagi di jam 08.00 WITA, kesibukan dan rutinitas harian di tempat saya bekerja terbilang masih berjalan baik seperti di hari kerja sebelum-sebelumnya. 

Kala itu pada pukul 12.30 WITA, saya pun selesai santap makan siang di salah satu warung makan di pinggiran jalan, yang jaraknya kurang lebih lima ratus meteran dari tempat kerja saya.

Menjadi kebiasaan saya setelah makan siang saat menunggu jam istirahat siang selesai, saya mulai mengotak-atik gawai/gadget untuk berselancar di media sosial mengisi waktu senggang.

Saat iseng membuka aplikasi WhatsApp (WA) pada bagian pembaharuan story/status, sontak agak kaget melihat postingan status WA rekan kerja yang berjejeran "sama" semua. Oh, ternyata foto ucapan selamat hari koperasi nasional yang ke 77.

Saya lalu merenung sejenak diikuti  timbulnya rasa kagum dalam benak akan dampak positif peran/eksistensi lembaga koperasi di tengah masyarakat. Kekaguman ini dilatarbelakangi oleh pengamatan saya sejauh berkiprah  hampir lima tahun lamanya sebagai pegawai/karyawan di salah satu koperasi kredit primer berskala nasional, yang salah satu kantor tempat saya bertugas ada di Kota Kupang-NTT.

Pengalaman mengabdi bekerja di lembaga koperasi terbilang cukup impresif. Bukan semata-mata karena mendapatkan upah/gaji yang cukup memadai, tetapi karena melihat banyak masyarakat berlatarbelakang ekonomi kecil menengah yang sangat terbantu sekali dengan peran koperasi dalam  menjawab kebutuhan keuangannya.

Banyak masyarakat NTT, khususnya di kota Kupang yang saya jumpai dan amati, cukup antusias dalam berpartisipasi sebagai anggota di koperasi. Tidak hanya bertujuan menabung, tetapi juga mengajukan kredit/pinjaman untuk beragam tujuan, baik kebutuhan modal usaha produktif, biaya pendidikan, kredit pembelian kendaraan, kredit barang elektronik/meubel dan lain-lain.

Sedikit sharing, sebut saja namanya Ibu Sinta (bukan nama asli), merupakan salah satu anggota koperasi yang mengajukan pinjaman dan saya survey seminggu yang lalu di rumah dan tempat usahanya di kelurahan Manulai-kota Kupang. Pengajuan pinjaman ketiganya itu bertujuan untuk mengembangkan usaha kios miliknya yang sudah berjalan 6 tahun. 

Usaha kios mama Sinta - Dokpri 
Usaha kios mama Sinta - Dokpri 

Di akhir proses survey, ibu Sinta menuturkan bahwa ia sangat terbantu sekali dengan peran koperasi dalam mendukung pengembangan usaha kiosnya. Usahanya berkembang dan  membuat penghasilan usaha semakin memadai demi memenuhi kebutuhannya bersama keempat orang anaknya yang telah ditinggal mati suaminya 7 tahun silam.

Sang ibu juga mengaku bahwa selain pengajuan pinjaman modal usaha untuk menambah pendapatan keuangan, melalui berkoperasi membuatnya pun disiplin menabung untuk berbagai keperluan, terkhususnya untuk menunjang kebutuhan pendidikan anak-anaknya.

Stigma Negatif Terhadap Koperasi

Cerita tentang ibu Sinta di atas ini hanya menjadi salah satu contoh dampak positif koperasi bagi masyarakat dari sekian banyak kasus yang saya temui di lapangan.

Terlepas dari dampak positif tersebut, koperasi yang merupakan soko guru perekonomian nasional ini juga tidak luput dari stigma negatif. Beberapa contoh stigma dari masyarakat terhadap koperasi-koperasi pada umumnya, yang sejauh ini saya temui di lapangan seperti:

  • Koperasi disama-samakan dengan Rentenir.

Ada sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman bahwa koperasi bukanlah lembaga yang dimiliki oleh anggota-anggotanya,  melainkan milik individu tertentu yang hanya didirikan dengan bertujuan untuk meraup banyak keuntungan bunga kredit yang tinggi dari masyarakat.

Perspektif tersebut timbul tentu bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan karena cukup banyak rentenir dan investasi bodong berkedok koperasi yang bermunculan di tengah masyarakat.

Oknum rentenir ini menjalankan usaha  mengatasnamakan koperasi yang sistimnya jauh dari praktik atau prinsip koperasi dan tidak sejalan dengan UU Perkoperasian.

Mirisnya, hal ini membuat pandangan umum di masyarakat yang berkembang bahwa, seolah-olah individu yang menjalankan usaha rentenirnya pasti adalah koperasi. Ironi ini tentu berdampak pada citra dan kredibilitas koperasi yang baik dan luhur sesuai makna sejatinya yang telah dirumuskan oleh para perintis gerakan koperasi pada mulanya.

  • Koperasi itu jadul dan kuno

Pandangan ini mayoritas dari anak-anak muda yang kurang tertarik dan enggan untuk berpartisipasi sebagai anggota di koperasi. Ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang bergabung menjadi anggota notabene adalah orang "tua" yang kisaran usia mulai 35 tahun ke atas. 

Koperasi dinilai ketinggalan zaman, sistim yang masih cenderung konvensional dan kurang kekinian sehingga kurang diminati kaum muda.

Sebagian alasan yang cukup logis  adalah karena koperasi dalam perkembangannya masih kurang beradaptasi dengan perkembangan teknologi, bila dibandingkan dengan perbankan. Anak muda, khususnya generasi milenial yang boleh dibilang sudah begitu melek dengan teknologi,  berkeinginan semua proses akses layanan keuangan koperasi dengan  lebih instan dan praktis, mulai dari proses mendaftar menjadi anggota hingga proses transaksi dan layanan keuangan lainnya dengan memanfaatkan teknologi digitalisasi.

  • Karyawan/petugas koperasi cenderung arogan dengan masyarakat.

Stigma ini muncul dilatarbelakangi oleh pandangan sebagian orang yang menyamakan karyawan koperasi dengan debt colector yang cara penagihannya cenderung terkesan agresif dan arogan.

Sebagaian masyarakat yang saya temui di lapangan merasa enggan untuk mengajukan pinjaman di koperasi karena khawatir jika pinjamannya macet, mereka takut akan ditagih dengan cara yang arogan dan kurang etis. 

Seperti pengakuan tiga orang ibu rumah tangga yang sempat saya temui ketika hendak melakukan survey pinjaman di lapangan. Mama Feni (nama samaran) mengaku bahwa ia bersama suaminya merasa sangat terganggu  dengan ulah seorang penagihan hutang yang cenderung arogan dengan mengucapkan kata-kata kasar, makian dan ancaman.

Ia dan suami juga merasa terganggu karena pernah ditagih angsuran saat jam 11 malam. Bahkan barang-barang rumah tangga mereka nyaris diambil dengan paksa. Padahal menurut mereka, jika proses penagihannya dengan cara yang lebih etis pasti ada solusi, sebab pembayaran pinjaman yang macet bukan karena disengaja tapi karena kendala yang tidak bisa ditolerir.

Stigma terhadap karyawan koperasi  ini akibat ulah dari para penagih hutang rentenir berkedok koperasi yang tentu melakukan penagihan dengan tidak berdasarkan SOP kerja yang jelas. Dampaknya, masyarakat akan men-generalisir semua petugas penagih hutang termasuk karyawan koperasi.

Selektif Memilih Koperasi dan Mengenali Ciri-Ciri Rentenir dan Investasi Bodong.

Masyarakat harus mulai lebih waspada dan berhati-hati dalam memilih jasa keuangan koperasi. Rentenir dan investasi bodong berkedok koperasi merupakan ancaman bagi masyarakat dan pula sebagai musuh yang harus diperangi.

Masyarakat yang berjumpa langsung dengan oknum-oknom ini harus lebih ekstra hati-hati dan lebih tegas mengatakan tidak terhadap bujukannya.

Berikut beberapa ciri utama rentenir dan investasi bodong berkedok koperasi yang perlu diwaspadai dan dihindari:

  • Tidak memiliki izin usaha resmi.

Oknum rentenir dan investasi bodong tidak berlegalitas karena eksistensinya tentu bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Hal ini membuat  identitas dan tempat  kediaman/alamat kantornya pun tidak jelas. 

  • Tidak mempunyai produk produk jasa keuangan yang jelas.

Produk yang ditawarkan terbatas hanya menawarkan pinjaman dan investasi tanpa memberi penjelasan yang meyakinkan dan masuk akal.

  • Menawarkan bunga investasi yang tidak wajar

Sang oknum akan mengiming-imingi bunga yang tinggi bahkan berkali-kali lipat dari nilai investasi.

  • Memberikan pinjaman dan tawaran investasi tanpa prosedur yang jelas.

Oknum rentenir dan investasi bodong cenderung memberi pinjaman secara praktis dan menerima investasi tanpa prosedur yang jelas, tidak memberi kwitansi tanda terima uang, serta tidak ada pencatatan pada buku tanda keanggotaan.

  • Bunga pinjaman yang sangat tinggi.

Oknum rentenir mencari kesempatan saat masyarakat terdesak membutuhkan uang cepat. Jika sudah terdesak kebutuhan, tentu masyarakat tidak lagi mempertimbangkan besaran bunga yang akan dibayarkan. Akhirnya penyelasan dan keluh kesah datang kemudian setelah mengetahui nilai bunga pinjaman yang tinggi.

  • Memberi pinjaman kepada non anggota

Rentenir memberi pinjaman kepada siapa pun yang dinilai potensial untuk membayar kembali pinjaman dengan bunganya.

  • Tidak memberi jaminan pinjaman dan investasi yang jelas.

Oleh karena tidak berlegalitas, tentu risikonya pun sangat besar dan tidak ada jaminan di masa depan terkait keamanan investasi dan klaim asuransi yang jelas. Sang oknum pun hanya bermodalkan retorika iming-iming bunga yang besar untuk memikat hati masyarakat.

Tips Bagi Masyarakat Dalam amemilih Koperasi Yang Tepat.

Stigma negatif dari masyarakat terhadap koperasi akibat ulah oknum rentenir dan investasi bodong ini tentu tidak bisa dielakkan. Hal ini disebabkan masyarakat yang tinggal khususnya di pedesaan, masih kurang selektif dalam memilih jasa keuangan koperasi yang kredibel untuk kepentingan menabung dan mengajukan kredit. Akibatnya mereka terjerat pinjaman dari rentenir dan investasi bodong.

Berikut ini beberapa tips memilih koperasi yang tepat sehingga tidak timbul stigma negatif seperti ketiga contoh di atas:

  • Memilih koperasi yang berbadan hukum.

Koperasi sebagai sebuah badan usaha yang kredibel harus memiliki legalitas dan diakui secara hukum. Hal ini bertujuan agar koperasi mendapat pengawasan dari pemerintah dan menjamin keamanan kepada masyarakat dalam mengakses layanan keuangan koperasi.

  • Menjalankan usahanya sesuai amanat Undang-undang (UU).

Koperasi dalam menjalankan usahanya sudah diatur dalam Undang-undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dimana masyarakat yang ingin masuk bergabung maupun keluar dari keanggotaan, bersifat sukarela dan bukan paksaan.

Selain itu, koperasi memegang prinsip gotong royong, demokratis, dan melibatkan anggota-anggotanya dalam proses pengambilan keputusan saat rapat anggota tahunan (RAT) serta berasaskan kekeluargaan. 

  • Bijak dalam menilai bunga simpanan dan pinjaman

Koperasi yang sudah berlegalitas tentu memberi jasa simpanan dan bunga pinjaman yang sesuai standar harga pasar yang ditetapkan berdasarkan musyawarah mufakat dalam rapat keanggotaan koperasi.

  • Memilih koperasi yang kantornya mudah dan cepat dijangkau

Ada beberapa koperasi tertentu yang sudah "besar" melakukan ekspansi kantor pelayanannya ke daerah terpencil sehingga menjangkau persebaran para anggotanya. Hal ini membuat masyarakat yang ingin bergabung menjadi anggota pun akan sangat terbantu karena mendapatkan layanan keuangan ke kantor dengan lebih mudah, cepat efektif dan efesien.

Kantor pelayanan koperasi yang lebih dekat dengan anggota akan membuat anggotanya lebih nyaman berkonsultasi secara langsung dengan petugas. Selain itu akan memberi efek psikologis yang akan meningkatkan kepercayaan anggota terhadap koperasi itu sendiri.

  •  Memilih koperasi yang sudah terdigitalisasi.

Seiring perubahan jaman, koperasi dituntut harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Koperasi yang demikian akan mampu bersaing dengan kompetitornya dalam menjawab permasalahan akses keuangan yang lebih mudah, cepat, efektif dan efesien. Hal ini akan membuat koperasi semakin diminati bukan hanya oleh kalangan yang tua tetapi juga oleh generasi muda usia produktif.

  • Pilihlah koperasi "besar" yang sudah banyak dipercaya masyarakat.

Alangkah lebih baik memilih koperasi "besar" yang sudah berskala nasional dan diakui di mata masyarakat dalam hal layanan keuangan yang memadai, profesional dan komprehensif.

Koperasi yang demikian tentu sudah teruji oleh waktu dan mampu bertahan dalam berbagai goncangan ekonomi. Sebab walaupun banyak sekali koperasi di Indonesia, khusus di NTT, tetapi sebagian koperasi yang baru didirikan dan berkembang terancam pailit dan akhirnya dibubarkan.

Dilansir dari databoks, laporan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 127.846 unit pada 2021. Jumlah ini naik 0,56% dibandingkan tahun sebelumnya yang baru mencapai 127.124 unit. 

Walaupun terjadi peningkatan jumlah koperasi, perlu diingat bahwa dalam 4 tahun terkahir sejak tahun 2016 sampai tahun 2019, sebanyak 81.686 koperasi di Indonesia dibubarkan.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Prof. Rulli Indrawan mengungkapkan bahwa pembubaran dilakukan karena banyak koperasi yang tidak aktif. Bahkan diantaranya sudah tidak menggelar rapat anggota tahunan (RAT) yang menjadi agenda wajib koperasi.

Menteri koperasi dan UKM, Teten Marsudi dalam sebuah wawancara pernah mengatakan bahwa koperasi terbaik berada di NTT. Beberapa deretan koperasi elit yang sudah cukup maju dapat menjadi referensi bagi masyarakat, tergantung pilihan hati masing-masing.

Dilansir dari dekopin.or.id, direkomendasikan bagi masyarakat, khususnya di NTT, lima koperasi yang menjadi pilihan tepat yakni Koperasi Kredit (Kopdit) Swastisari, Kopdit Pintu Air, Kopdit Obor Mas, Kopdit Sangosay dan Kopdit Solidaritas.

Kesimpulan:

Koperasi dalam perkembangannya cukup memberi kontribusi besar bagi pembangunan ekonomi UMKM bangsa Indonesia. Namun masih banyak masyarakat yang belum memahami peran positif koperasi sehingga cenderung terjebak dalam praktik Rentenir dan investasi bodong.

Hal ini harus menjadi atensi pemerintah dalam hal ini Kemenkop UKM agar berkolaborasi dengan OJK dan penegak hukum terkait agar menindak tegas oknum rentenir dan investasi bodong yang merisaukan masyarakat.

Sedangkan bagi lembaga koperasi, harus selalu berbenah dengan tetap menjalankan usahanya berdasarkan prinsip dan asas yang benar sesuai amanat undang-undang. Koperasi juga harus terus berinovasi seiring dengan perkembangan zaman dalam melayani dan menyediakan akses layanan keuangan cepat, mudah efektif dan efesien bagi masyarakat, khususnya generasi muda.

Koperasi pun harus lebih aktif dan masif dalam melakukan edukasi kepada masyarakat, dengan begitu masyarakat akan mendapatkan layanan keuangan yang tepat dan terhindar dari ancaman praktik rentenir dan investasi bodong sehingga mencegah timbulnya  stigma negatif.

Koperasi harus gencar melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat agar semakin banyak yang tertarik untuk berpartisipasi menjadi anggota koperasi.

Berdasarkan data, partisipasi masyarakat Indonesia menjadi anggota koperasi hanya masih 8,41%. Angka ini masih cukup rendah dibandingkan persentase negara lain dalam skala global sebesar 16,31%.

Kisah tentang mama Sinta saat menjadi anggota di koperasi yang telah saya diceritakan di awal tulisan ini, kiranya menjadi contoh pengalaman positif yang perlu diteladani sehingga masyarakat tidak ragu untuk berpartisipasi menjadi anggota di koperasi.

Selamat hari koperasi yang ke 77 pada tanggal 12 juli 2024. Semoga koperasi-koperasi di Indonesia, khususnya di NTT menjadi semakin maju demi memajukan kesejahteraan ekonomi bangsa Indonesia.

Salam.

Tonny E. N

Kupang, 15 Juli 2024

Sumber: (1, 2, 3, 4)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun