Pembangunan waduk selama satu dekade terakhir dirancang untuk mengairi sekitar 2 juta hektare sawah.Â
Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 74/10/Th. XXVII yang dikeluarkan pada 15 Oktober 2024 tersebut, total produksi padi nasional tahun 2024 diperkirakan mencapai 52,66 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau sekitar 31 juta ton beras.Â
Dalam catatan sejarah, pada 1950-an luas sawah kita yang ditanami padi di Jawa dan Madura berjumlah sekitar 3,5 juta, sementara di luar Jawa sekitar 2,4 juta ha (Oudejans, 1999).
Luas baku sawah (2019) di dominasi oleh Jawa (47%) disusul Sumatera (24%), lalu Sulawesi (13%), sementara Kalimantan (10%), Nusatenggara-Bali (6%), dan Maluku dan Papua (1%). Jika berdasarkan kualitasnya, ada sekitar 2,9 jt ha lahan beririgasi; 3,040jt ha lahan tadah hujan, dan 1,523 jt ha lahan sawah rawa pasang surut/lebak.
Pembangunan Infrastruktur Irigasi
Pembangunan waduk masif selama satu dekade terakhir menelan biaya triliunan rupiah, namun efektivitasnya terhambat oleh lemahnya tata kelola air. Berdasarkan studi Uphoff (1986), distribusi irigasi yang efektif memerlukan partisipasi petani, yang sering kali diabaikan dalam proyek pemerintah.
2. Kesenjangan Kebijakan Pembangunan
Ketimpangan antara pembangunan fisik dan perlindungan lahan sawah mengindikasikan absennya kebijakan terpadu. Banyak proyek waduk dan irigasi mengabaikan ancaman alih fungsi lahan untuk kepentingan industri dan perumahan. Misalnya, pada 2023, alih fungsi lahan mencapai 96 ribu hektare, yang sebagian besar terjadi di kawasan dengan infrastruktur irigasi memadai.
Alih Fungsi Lahan yang Tidak Terkendali
Kebijakan pembangunan irigasi tidak dibarengi dengan perlindungan lahan pertanian sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Akibatnya, pertanian skala kecil menjadi semakin rentan terhadap tekanan ekonomi dan ekologis.
Stagnasi Produktivitas Padi