Stress, mungkin hal ini bukan hal yang asing lagi ditelinga kita. Setiap individu pasti pernah mengalami yang namanya stress.
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya stress itu sendiri. Sebelum itu mari kita bahas terlebih dahulu hal yang berhubungan dengan stress seperti stressor, strain, Transaction.
Stressor
•Merupakan suatu stimulus
•Peristiwa yang berasal dari lingkungan, yang menantang secara fisik dan psikologis
Strain
•Reaksi individu terhadap stres
•Reaksi yang berupa reaksi secara psikologis dan fisiologis
Transaction
•Proses yang mencakup stressor, strain dan kaitan antara individu dan lingkungan
•Proses yang sifatnya berkelanjutan dan mengalami proses penyesuaian.
Stress itu sendiri memiliki teori-teori yang sudah ada sejak lama yang berkembang hingga sekarang ini. Teori-teori tersebut diantaranya yaitu:
1. Fight atau flight
Adanya perubahan reaksi fisiologis ketika menghadapi suatu ancaman
2. General Adaptation Syndrome
Alarm, Stages of resistence, Stages of exhaustion
3. Tend and be Friend
Merespon kondisi stres melalui hubungan sosial
4. Penyesuaian Psikologis dan pengalaman terhadap Stres
a. Primary appraisal processes
b. Secondary appraisal processes
5. Kondisi Fisiologis terhadap Stres
Aktivasi saraf simpatis, Aktivasi HPA, Allostatic Load
Seseorang yang mengalami stress dapat melakukan adaptasi terhadap stress yang dihadapinya, semua itu tergantung dari individu itu sendiri
bisa beradaptasi atau tidak..
Adaptasi Individu terhadap Stres diantara yaitu:
1. Adaptasi psikologis
2. Adaptasi fisiologis
Terdapat beberapa Sumber-sumber Stres Kronis seperti:
1. Post Traumatics Stress Disorder (PTSD)
2. Efek Jangka Panjang Pengalaman Awal Kehidupan
3. Kondisi Stressful Kronis
4. Stres Kronis & Kesehatan
5. Stres di Tempat Kerja
6. Dualisme Peran
Proses fisiologis dalam stress
Mengaktivasi hipotalamus, selanjutnya akan mengendalikan sistem neuroendokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal serta berhubungan dengan aktivitas aksis hypothalamic - pituitary – adrenal (HPA). Saraf simpatis berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya. Saraf simpatis memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah (Cahyono, 2014).
HPA memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan adrenaline lebih banyak.
Aksis HPA meningkatkan produksi dan pelepasan glucocorticoid termasuk hormone stress utama kortisol. Selanjutnya hormon kortisol memobilisasi aktifitas hampir semua sistem homeostasis dalam persiapan reaksi melawan atau lari (fight or flight).
Aksis HPA melepaskan hormon katekolamin yang juga berperan sebagai neurotransmitter, yaitu dopamin (DA), adrenalin (A), dan noradrenalin (NA). Katekolamin mengaktifkan nucleus amigdala (menyebabkan rasa takut) yang mencetuskan respon emosional terhadap stressor, misalnya takut terhadap gempa, atau marah kepada musuh. Otak melepaskan neuropeptida S, suatu mikro protein yang memodulasi stress dengan menekan keinginan tidur, meningkatkan kewaspadaan dan perasaan khawatir. Akibatnya timbul keinginan urgen untuk perilaku melawan atau lari (fight or flight) (Nurdin, 2010).
Stress juga dikaitkan dengan beberapa penyakit seperti:
Keluhan pada area kepala, Keluhan pada area pencernaan, Serangan asma, Serangan gatal-gatal alergi, Diabetes, Tekanan darah tinggi, Serangan jantung, Alzheimer, Keluhan pada hati.
Jika berbicara mengenai stress juga pasti dibahas mengenai coping stress. Apa sih Coping stress itu?? Jadi Coping Adalah proses yang dialami individu berupa pemikiran dan tindakan, dalam rangka mengatur ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan dari suatu situasi yang dimiliki individu, dalam menilai atau menghadapi kondisi stress (Sarafino, 2012).
Kepribadian dan Coping
1. Negative affectivity
Kecenderungan seseorang mengalami distress secara psikologis & gejala fisik/kondisi sakit yg dialami, sebagai akibat dari pengalaman terhadap kondisi
2. Individu dengan negative affectivity tinggi atau neuroticism
Kecenderungan menunjukkan distress, ketidaknyamanan, rasa tidak puas hampir pada berbagai situasi
3. Tingginya Neuroticism
Meningkatkan risiko DM, gangguan ginjal dan liver, arthritis, gangguan perut atau empedu, sakit kepala, penyakit arteri koroner, dan bisul. “Disease-prone personality”
Dalam menghadapi Stress bisa digunakan Stategi dalam Coping seperti:
1. Approach VS Avoidance
Mencari informasi untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi (approach), melakukan penghindaran (avoidance)
2. Problem-Focused Coping
Usaha-usaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi (bereaksi langsung, mencari bantuan).
3. Emotional-Focused Coping
Usaha untuk meregulasi respon emosional, sebagai akibat dari kondisi stressful yang dihadapi.
Sumber-sumber Coping itu sendiri terdiri dari Optimisme, Kontrol psikologis, Control-enhancing intervention, Lainnya: self-esteem, rasa percaya diri
Untuk menghadapi stress ini seseorang perlu Dukungan Sosial, Dukungan sosial adalah dukungan atau informasi-informasi yang diperoleh dari orang-orang terdekat atau suatu komunitas yang saling peduli dan menyayangi satu sama lain.
Dukungan sosial dikatakan efektif apabila:
a) Dukungan yang sesuai terhadap stressor
b) Sumber (orang) dukungan
c) Kerentanan dukungan sosial
d) Dampak stres terhadap support providers
Efek-efek coping bagi individu:
1) Terhadap psychological distress
2) Terhadap kondisi fisiologis & neuroendochrine
3) Terhadap sakit & health habits
4) Biopsikososial
5) Melemahnya kondisi stres
Intervensi-intervensi terhadap Coping diantaranya yaitu:
Mindfullness training, teknik-teknik dasar manajemen stress, Disclosure dan coping, program manajemen stress, manajemen stress, keterampilan tambahan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H