a. Negara yang melarang poligami
Tunisia dengan Undang-Undang Keluarga (Code of Personal Status/ Majalat al Ahwal al Syakhsiyyah No. 66 Tahun 1956) yang ditetapkan tahun 1957 oleh Presiden Habib Borgoibe, melarang poligami secara mutlak dan menghukum orang yang melanggar aturan poligami. Bahkan pada tahun 1964 pelaku poligami bukan saja dapat dikenakan hukuman tetapi dinyatakan perkawinannya tidak sah. 2 (dua) alasan Tunisia melarang poligami yaitu :
1) Institusi budak dan poligami hanya boleh pada masa perkembangan tetapi dilarang setelah menjadi masyarakat berbudaya.
2) Surat An-Nisa (4):3, menetapkan bahwa syarat mutlak seorang suami boleh berpoligami apabila dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya. Sementara fakta sejarah membuktikan hanya Nabi yang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya.
Tunisia adalah negara muslim ketiga setelah Turki dan Lebanon yang melarang poligami secara mutlak. Dalam Undang-Undang Status Personal Tunisia tahun 1956 terutama dalam Pasal 18 menyatakan:
“Bahwasanya beristri lebih dari seorang adalah dilarang. Setiap orang yang telah masuk dalam satu ikatan perkawinan lalu menikah lagi sebelum yang terdahulu bubar secara hukum, maka ia dapat dikenakan hukuman penjara selama satu tahun atau denda 240.000 malim atau kedua-duanya.”
b. Negara yang membatasi poligami
Dalam rangka melindungi dan menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak, pada umumnya negara-negara muslim memberikan pengaturan mengenai kebolehan poligami yang diperketat dengan sejumlah persyaratan sehingga sulit dipenuhi oleh seorang laki-laki. Di Indonesia, Irak, Malaysia, Somalia dan Suriah seorang suami yang hendak melakukan poligami harus mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan. Sementara di Bangladesh dan di Pakistan izin tersebut juga diharuskan dan diperoleh dari semacam Dewan Arbitrase.