Musthafa al-Siba’i mengemukakan bahwa ada 2 syarat pokok yang harus dipenuhi dalam berpoligami, yaitu:
a. Mampu memperlakukan semua iseri dengan adil. Ini merupakan syarat yang dengan jelas disebutkan dalam al-Qur’an ketika membolehkan poligami, dan
b. Mampu memberi nafkah pada isteri kedua, ketiga keempat dan juga kepada anak-anak dari isteri-isteri tersebut.
3. Prosedur Poligami
Kebijakan pemerintah mengenai prosedur poligami tertuang dalam Pasal 40, 41, 42, 43, dan 44 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 56 Kompilasi Hukum Islam. Pasal 40 menyatakan, “Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan”. Setelah ia mengajukan permo-honan tertulis ke Pengadilan (Agama), maka Pasal 41 mengatur prosedur lanjutannya, sebagai berikut: Pengadilan kemudian memeriksa:
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi,
b. Ada tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang Pegadilan.
c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan persyaratan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.