“Pak Lek sudah tau?”
“Aku sudah lama tau dari mendiang Mas Tumijan. Katanya anaknya menghirup nafas dalam, lalu menggelengkan kepala agar matamu terkibas angin. Kemudian mencari informasi dari BMKG menggunakan gadgetnya. Seketika kau! Sukirman! bisa memperkirakan cuaca tiga hari kedepan?! Hahaha!”
“Begitulah Pak Lek. Saya juga sama pendustanya dengan pawang hujan yang lain.”
“Karena ritual kemenyan? Hahaha. Kau memang cerdik! Ternyata kemenyan itu hanya trikmu supaya penduduk desa yang kolot ini percaya. Hahaha.”
“Itu arahan dari kakak sepupu Pak Lek juga. Hehehe.”
“Dasar kalian Ayah dan Anak sama-sama ahli muslihat! Hahaha!” celetuk Tejo ngatain tapi memuji.
“Oh iya, rumahku apakah masih aman Pak Lek?”
“Ponakan bodoh! Rumah yang sudah kau renovasi menjadi bagus, kau tinggalkan begitu saja? Untung kau menitipkan kuncinya padaku. Bulan lalu rumah itu sudah kukontrakkan kepada sepasang suami istri. Awalnya aku tidak mau, aku ingin meminta persetujuanmu dulu. Tapi dia bersikeras katanya sudah diizinkan Aminah. Aku patok satu juta harga sewa perbulannya. Uangnya ingin ku kirimkan padamu tapi kau susah sekali dihubungi!”
“Baskara dan Nirmala?” tebak Sukirman
“Kau mengenalnya?”
“Tentu saja, kami satu grup WA di sebuah komunitas penulis. Baskara berkali-kali mencoba menghubungiku sampai telfonnya diangkat Ibuku.”