Mohon tunggu...
Thomy Satria
Thomy Satria Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menulis cerpen, dan lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemarau Cuan si Pawang Hujan

14 November 2024   17:41 Diperbarui: 16 November 2024   03:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disinilah kisah kenangan tentang hujan menghias kehidupan karakter figuran dalam kisah ini. Hari itu ada Baskara dan Nirmala; sepasang suami istri; menghadiri tiga hajatan dari lima hajatan di hari yang sama.

Mereka makan besar di hajatan pertama, lalu hanya menikmati desert sop buah di hajatan kedua. Dan hajatan ketiga cuma berfoto sama pengantin saja lalu pulang. Dua hajatan lainnya tidak mereka datangi karena yang satu nikahan mantannya Baskara. Sementara yang satu lagi nikahan mantannya Nirmala.

Mereka terjebak hujan sebelum pulang. Hujan itu mengingatkan kenangan nostalgia tentang mereka bersama mantan mereka. Lalu mereka gunakan hujan itu sebagai ide cerpen untuk ikut event menulis. Event itu digelar komunitas penulis; yang juga bertemakan: “Hujan Dan Ceritanya”.

Ah, kalo aku sih No! Jika cerpennya cuma menceritakan pengalaman pribadi yang berhubungan dengan hujan. Aku sebagai penulis yang out of the box tentu saja tidak mau ikut alur mainstream yang tenang seperti itu! Aku lebih suka mencari alur deras waterfall biar terjun bebas sekalian! Hihihi…

Btw, cerpenku ditolak karena kepanjangan dalam event menulis itu. Awalnya, kata PJ-nya panjang cerpen 5 halaman itu sekitar 3000an kata. Aku udah senang karena cerpen ideal kan memang 3000an kata. Dan itu juga range cerpen favoritku. Karena ditolak, jadinya ku posting di Kompasiana saja. 😤

Begitulah kiprah karakter utama kita ini sampai Pak Lek Tejo melirik dan merekrutnya sebagai pawang hujan tetap untuk liga sepakbola antar desa. Dua musim menjaga laga. Hingga dicurigai kabur ke Temboro untuk menghindari musim hujan di bulan November.

Sukirman pun tiba di Temboro, desa santri yang sangat islami itu. Satu desa saja ada tiga pondok pesantren! Santri mereka tak hanya dari Indonesia. Bahkan hampir separuhnya berasal dari luar negeri!

Sukirman sebagai pawang hujan merasa kotor seperti orang musyrik yang memasuki tanah suci. Semua warga desa tampak berpakaian syar’i. Tidak heran jika Aceh digelari Serambi Mekkah, maka desa ini digelari Madinahnya Indonesia. Karena syari’at islam sudah mengakar menjadi budaya. Cewek muslim yang biasa tak berhijab datang kesini mungkin malu sendiri dan berusaha berhijab mengikuti budayanya.

Untungnya orang-orang Desa Temboro belum tau kalau Sukirman adalah pawang hujan. Kalau tau, mungkin sudah dipandang sinis. Atau mungkin ditarget sebagai sasaran dakwah mereka. Ditarik keluar dijalan Allah, safar sembari i'tikaf dari masjid ke masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun