Mohon tunggu...
Thomy Satria
Thomy Satria Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menulis cerpen, dan lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemarau Cuan si Pawang Hujan

14 November 2024   17:41 Diperbarui: 16 November 2024   03:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sukirman sudah duduk disebelah ibu tirinya yang sedang sakit. Suasana hari itu hujan tidak terlalu deras tapi cukup membuat atap berisik oleh butirannya yang berjatuhan. Hujan lagi-lagi menemani momen penting dalam hidup Sukirman. Momen bertemu kembali dengan keluarga tirinya yang sangat menyayanginya.

“Ibu. Maafkan Sukirman terlambat datang.” Sukirman sungkem ke Ibunya yang terbaring di atas dipannya.

“Ibu merindukanmu, nak. Ibu sangat senang akhirnya kamu mau datang ke sini.”

Tapi Sukirman curiga, wajah ibunya tampak segar dengan ekspresi sendu yang dibuat-buat. Dia raba kening ibunya tak terasa panas, hanya sedikit berkeringat.

“San, Ibu sudah diperiksa ke dokter? Katanya Ibu sakit apa?”

“Malarindu, Mas Suk. Hihihi.”

“Aish!” Ternyata benar, Ibu telah mengakalinya.

“Kamu masih jadi pawang hujan, Man?”

“Aku ingin berhenti, tapi aku tidak punya keahlian lain, Bu.”

“Mana ada keahlian seperti itu! Kamu hanya membohongi mereka!”

“Ibu juga membohongiku dengan pura-pura sakit!” Sukirman mendebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun