"Luar biasa, nabi seperti apakah Yesus itu? Ia mampu menghimpun seluruh penduduk Kapernaum!"
Tidak beberapa lama Alurim kembali. Namun, langkahnya lesu. Ia hanya menggeleng.
"Semua jalan sudah dipenuhi orang. Jalan depan, jalan utama, juga jalan kereta. Aku tidak paham mengapa tabib bernama Yesus itu memilih rumah Midas. Rumah itu kecil, juga terletak di tengah -- tengah."
"Ya, hendak bagaimana lagi." Sosteus pun tertunduk lesu.
Filipus hendak menenangkan Octavian yang sudah ingin menangis sebelum Limfonos berkata, "Ini ujian bagi iman kita. Alurim, kau melupakan satu jalan lagi. Jalan atap!"
Ketiga sahabat itu menatap atap secara bersamaan, dan hanya Limfonos yang tersenyum, "Benar, jalan atap. Bukankah rumah itu terletak di tengah -- tengah? Kita bisa menyeberangi beberapa celah, jika hati -- hati."
Alurim menanggapi, "Kau benar, Limfonos. Coba aku cek dulu, mana tempat yang paling nyaman untuk naik."
Filipus menggeleng -- geleng, "Jangan tidak masuk akal, Limfonos. Bagaimana nanti kita bisa turun ke hadapan Yesus? Bukankah ada banyak orang?"
"Kita tidak perlu turun, Filipus, cukup Octavian saja."
"Tidak mungkin, bagaimana caranya..."
Ucapannya terputus oleh Alurim yang sudah kembali. "Cepat, cepat! Aku menemukan rumah Yonsen ternyata masih kosong. Posisinya nyaman, ada tangga pula. Kudengar juga Yesus sudah hampir selesai. Cepat, kawan, sebelum Ia pergi ke tempat lain."