Pk. 07.45.
Aku terduduk melamun di belakang meja kerjaku. Di hadapanku, Charles dengan rokok yang menempel di mulut, menaikkan kakinya di atas kursi yang lain. Sebenarnya aku tidak suka dengan kebiasaan ini, baik merokok juga ketidaksopanannya, dan biasanya aku akan segera menghardiknya, namun kali ini aku tidak terlalu peduli. Dua wajah muram menjadi pertanda bahwa kami sedang menghadapi kasus pelik.
Satu lagi wajah muram berada di ambang pintu, membawa berita yang menjadi sumber kegelisahan kami. Mahmud berdiri sambil membawa dokumen DNA yang berasal dari rumah sakit, dan kata -- katanya tidak menyenangkan. Aku mencoba memastikan.
"Benarkah yang kau katakan itu, Mahmud? Coba ulangi sekali lagi."
Mahmud menggeleng, "Kelima kalinya, Kilesa. Bayi yang kita temui kemarin di apartemen itu, tidak ada hubungan darah dengan Andrea Marsudi."
"Lalu bayi siapa itu?" tanya Charles.
"Juga kelima kalinya pertanyaan yang sama, Charles. Aku tidak tahu. Tidak ada data yang cocok pada direktori orang hilang."
"Tidak ada orang tua yang maju ke kantor polisi untuk menanyakan bayinya?"
Mahmud menggeleng. Aku hanya bisa mengulang kasus ini. "Andrea Marsudi ditemukan terbunuh pada pukul 16.15 di hari Minggu kemarin dengan luka sayatan di leher. Pintu apartemen terbuka dan barang -- barang tersusun rapi serta barang berharga utuh menandakan bahwa kasus ini bukanlah maling yang mendobrak masuk. Nyawa Andrea Marsudi memang sudah menjadi target pembunuhan."
"Dan satu lagi fakta penting Kilesa." ujar Charles.