"Tadi kupikir cukup di caf atau di Sapu Lidi."
Aku mengernyitkan kening. "Kenapa tadi nggak bilang?"
Ia menggamit, dan tangannya menyeruak ke ketiakku. Lalu, seperti mendorong melangkah. Kami mengambil tempat di pojok dan lantai panggung dari bambu yang dialasi tikar bagus. Nama warung itu tak kuperhatikan. Namun benar tempat yang pernah kami singgahi.
"Aku ikut Abang saja." R duduk sambil menyandarkan tubuhnya yang langsing, dan membetulkan rambut panjangnya.
Kami memesan masakan Sunda yang menjadi ciri lokasi mengudap di daerah atas dengan suasana hawa pegunungan.
Kami makan dengan lahap. Ah, aku yang lahap, karena dalam perjalanan panjang menggunakan kereta dari Stasiun Gambir.
"Makanlah yang banyak. Kamu kelewat kurus....."
"Oya?"
Aku mengangguk.
"Abang nggak suka, ya?"
Aku tertawa.