"Please, deh, Ten. Aku minta tolong banget buat hari Jumat," ucapnya sedikit memelas.
"Jumat? Sekarang Rabu. Berarti harus segera, dong!"
Kumiringkan badanku seraya memandang wajah Gina yang masih bergaya memelas.
Ya Allah, Gustiii...! Bisik hatiku dengan perasaan yang mulai tertekan.
"Ya, deh, kuusahakan. Sekarang biarkan aku ngerjakan ini dulu, ya?"
"Makasih ya, Ten! Kamu emang sahabat terbaik!"
Digenggamnya tanganku yang masih kusimpan di atas keyboard laptop. Tampak deretan huruf tak menentu mengisi layar laptop karena genggamannya.
Setelah Gina pergi, kukemas barang-barangku. Kumasukkan ke dalam tas. Percuma, sembunyi di pojok baca juga tetap tak bisa bekerja. Lebih baik aku pulang saja. Mudah-mudahan bisa kukerjakan di rumah.
Kudapati anakku tengah berselimut di kamarnya. Mukanya kemerah-merahan. Kuraba dahinya. Panas.
"Ma, besok Muti harus ngumpulin tugas artikel. Tapi badan rasanya panas dingin. Bantu bikinin ya, Ma. Soalnya itu tugas kelompok. Kalau besok enggak ngumpulin, habis deh Muti dibantai temen-temen. Jangan lupa, temanya membangun remaja berkarakter." Suaranya serak dan bergetar.
Segera kuambil obat kompres dan kuberi minum penurun panas. Kupandangi putri semata wayangku. Mataku mulai berkunang-kunang. Bayangan kata pengantar, kuesioner, sambutan penerima tamu, hingga artikel berseliweran mengelilingi kepalaku. Ditambah dengan penelitianku sendiri yang terbentur waktu.