A. Pengertian dan ruang lingkup sejarah
1). Pengertian SejarahÂ
Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari terkait dengan kehidupan manusia dan waktu. Dimana perkembangan sejarah manusia akan mempengaruhi perkembangan masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Secara arti sempit sejarah adalah segala peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Istilah sejarah berdasarkan etimologis (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab yaitu kata Syajara yang berarti terjadi dan syajarah berarti pohon yang kemudian diartikan sebagai silsilah. Syajarah dalam arti silsilah berkaitan dengan babad, mitos, tarikh, yang menunjuk pada keluarga dan nenek moyang. Dalam bahasa Inggris, Sejarah adalah History yang memiliki arti masa lampau. History sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu Historia yang memiliki arti belajar dengan cara bertanya. Sedangkan menurut bahasa Belanda dan Jerman, Sejarah memiliki kata geschiedenis dan Geshicht yang memiliki arti sebagai sesuatu yang telah terjadi.
Ada beragam pengertian sejarah. Berikut pengertian sejarah menurut para ahli :
Herodotus
Herodotus yang juga disebut sebagai bapak Sejarah mengemukakan bahwa Sejarah tidak berkembang kearah masa depan dengan tujuan pasti, bergerak seperti lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia. Secara arti sempitnya sejarah adalah suatu suatu kajian untuk menceritakan suatu peristiwa tentang kehidupan seorang tokoh, masyarakat dan peradaban.Â
 J.V.Bryce  Â
Sejarah dalam pandangan J.V. Bruce diartikan sebagai catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat manusia.
Ibnu KhaldunÂ
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia yang berisi perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat itu.Â
Muhammad Yamin
Sejarah menurut Muhammad Yamin adalah ilmu pengetahuan umum yang berhubungan dengan cerita bertarikh sebagai hasil penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat manusia pada masa lampau. Â
KuntowijoyoÂ
Dalam pandangan Kuntowijoyo bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa lalu tentang apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dan dialami seseorang. Sejarah adalah ilmu yang menuliskan pikiran pelaku, ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial, ilmu tentang manusia, dan ilmu tentang waktu yang meliputi perkembangan, kesinambungan pengulanganm serta perubahan.
 J. Bank berpendapat bahwa Sejarah adalah semua peristiwa, kejadian masa lampau, sejarah dapat membantu para siswa untuk memahami perilaku manusia pada masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.Â
Sartono Kartodirdjo dalam pengertian sejarah membagi  menjadi dua arti yaitu sejarah dalam arti subjektif (history as written) dan sejarah dalam arti objektif (history as actuality). History as written adalah rekonstruksi, cerita, gambaran atau tulisan tentang sesuatu kejadian atau peristiwa. History as actuality adalah kejadian atau peristiwa itu sendiri.Â
Roeslan AbdulganiÂ
Roeslan Abdulgani mengemukakan bahwa sejarah sebagai ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadiannya dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut. Untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan masa sekarang serta arah kemajuan masa depan.Â
Sejarah sangat erat hubungannya antara manusia dengan waktu. Manusia tidak bisa lepas dari waktu karena perjalanan manusia beriringan dengan perjalanan waktu itu sendiri. Dalam perjalanannya, perkembangan sejarah manusia akan sangat memengaruhi perkembangan masyarakat di masa kini dan di masa yang akan datang. Dalam sejarah, kebenaran dari suatu peristiwa hanya bersifat sementara yang biasanya disebut dengan hipotesa. Â Hipotesa tersebut akan gugur seiring dengan ditemukan fakta atau data terbaru yang membuktikan kebenaran baru dari peristiwa tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah :
Ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan manusia pada masa lampau.
Sejarah merupakan ilmu pengetahuan tentang kehidupan masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan dalam konteks ruang dan waktu. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk perkembangan, pertumbuhan, kemunduran, dan kehancuran.Â
Gambaran kehidupan manusia pada masa lampau sebagai makhluk sosial yang tersusun secara ilmiah dan lengkap meliputi urutan fakta masa lampau dengan penafsiran dan penjelasan yang memberikan pengertian dan pemahaman tentang apa yang telah terjadi pada masa lampau.Â
B. Sejarah Sebagai Peristiwa dan KisahÂ
1. Sejarah sebagai PeristiwaÂ
Sejarah sebagai peristiwa adalah peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sejarah sebagaimana mestinya (histoire-realite) yang artinya adalah bahwa sejarah sebagai peristiwa bersifat objektif karena peristiwa tersebut murni sebagaimana mestinya, proses sejarah dalam aktualitasnya.Â
Ciri-ciri sejarah sebagai peristiwa dapat dibedakan sebagai berikut :
Unik
Sejarah dapat dikatakan unik karena suatu peristiwa sejarah biasanya hanya terjadi satu kali saja sehingga tidak ada satu peristiwa yang sama atau berulang. Contohnya adalah peristiwa proses proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 yang tidak akan pernah terjadi lagi atau sama persis.Â
Berpengaruh besar
Suatu peristiwa masa lampau dapat dikatakan sejarah sebagai peristiwa harus memiliki pengaruh besar atau penting sejak peristiwa itu terjadi hingga masa selanjutnya. Contohnya adalah peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berpengaruh terhadap pola perjuangan bangsa Indonesia dengan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.Â
Abadi
Suatu peristiwa sejarah adalah bersifat abadi karena sebuah peristiwa sejarah tidak akan berubah-ubah ataupun tidak dapat diubah. Maka dari itu, peristiwa tersebut akan tetap dikenang sepanjang masa. Contohnya adalah peristiwa Bandung Lautan Api pada tahun 1946, yang tidak akan berubah dan menjadi kenangan bagi peristiwa sejarah di Indonesia.Â
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua peristiwa pada masa lampau merupakan peristiwa sejarah. Menurut Ismaun dalam bukunya yang berjudul pengantar ilmu sejarah menulis bahwa sejarah sebagai peristiwa sering pula disebut sejarah sebagai kenyataan dan sejarah serba objektif. Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkan seperti berupa saksi mata yang dijadikan sumber-sumber sejarah, peninggalan-peninggalan, dan catatan-catatan. Selain itu, dapat pula peristiwa tersebut dapat diketahui melalui sumber-sumber yang bersifat lisan yang disampaikan melalui mulut ke mulut.Â
2. Sejarah sebagai KisahÂ
Sejarah sebagai kisah dapat dikatakan sebagai rekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan fakta sejarah. Contohnya peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 disebut sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi, tidak bisa diulang dan sifatnya abadi. Akan tetapi peristiwa tersebut bisa kembali direkonstruksi yang disebut sejarah sebagai kisah. Proses rekonstruksi tersebut erat hubungannya dengan subjek yaitu sejarahwan. Sejarahwan dalam proses rekonstruksi tersebut melalui tahapan-tahapan dengan melakukan analisis peristiwa sejarah berupa kritik sumber, menyeleksi data dan interpretasi data atau fakta dengan menggunakan  metode sejarah serta melakukan analisis permasalahan. Dalam kata lain sejarah sebagai kisah merupakan cerita yang disusun berdasarkan memori, kesan, atau tafsiran manusia terhadap kejadian atau atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Berbeda dengan sejarah sebagai peristiwa yang bersifat objektif dalam peristiwanya. Sedangkan sejarah sebagai kisah bersifat subjektif tergantung subjek (sejarahwan) yang menarasikan suatu peristiwa sejarah tersebut. Adanya subjektivitas disebabkan oleh faktor-faktor yang antara lain :
Kepentingan penulisÂ
Suatu penulisan sejarah sebagai kisah sangat tergantung kepada tujuan dari penulis sejarah itu sendiri yang dijadikan sebagai subjek (sejarahwan). Kepentingan inilah yang menjadi penentu dari tujuan penulis. Salah satu contohnya adalah dalam penulisan sejarah tentang lokal wisdom suatu daerah yang biasanya menonjolkan tentang kepentingan daerahnya.Â
Latar Belakang pengetahuan
Dalam mengisahkan suatu peristiwa sejarah, seorang sejarahwan akan menggunakan analisis berdasarkan metode penelitian sejarah berdasarkan metodologi dan teori yang digunakan. Sedangkan orang yang tidak memiliki latar belakang sejarahwan. Kisah sejarah cenderung lebih banyak berupa cerita yang sebatas perjalanan waktu, seleksi terhadap fakta-fakta sejarah yang biasanya tidak bersifat analisis.Â
Kemampuan berbahasaÂ
Kemampuan bahasa dalam kaitannya dengan sejarah sebagai kisah adalah untuk bagaimana merekonstruksi cerita sejarah dari sumber-sumber sejarah. Setiap peristiwa sejarah selalu meninggalkan jejak yang kemudian digunakan untuk menyusun kisah sejarah.Â
Kelompok sosialÂ
Kelompok sosial yang biasanya erat hubungannya dengan sejarah adalah sejarahwan, jurnalis, penulis, dan guru. Setiap kelompok sosial cenderung akan berbeda memberikan penafsiran terhadap sejarah yang ditulisnya. Sejarahwan akan menulis sejarah sesuai dengan metodologi dalam keilmuan sejarah. Sedangkan Guru cenderung menyisipkan kepentingan nilai-nilai pendidikan.Â
Apabila disebutkan bahwa sejarah sebagai kisah atau cerita berasal dari imajinasi sejarahwan maka terdapat keterkaitan antara cerita fiksi dan sejarah. Dalam arti bahwa cerita fiksi adalah karangan yang didalamnya terdapat unsur khayal atau imajinasi pengarang. Artinya sebuah cerita dapat digolongkan kedalam cerita fiksi jika didalamnya merupakan hasil dari imajinasi si penulis, baik itu dari segi kejadian, tokoh, latar, dan unsur-unsur lainnya.Â
Sejarah sebagai ilmu dan seni
Sejarah sebagai IlmuÂ
Menurut Helius Sjamsuddin dalam bukunya metodologi sejarah menyatakan bahwa sejarah dkembangkan berdasarkan metodologi penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakat ilmiah. Berdasarkan hal tersebutlah maka sejarah dapat dikatakan sebagai bagian dari ilmu.Â
Sartono Kartodirdjo menyatakan dalam bukunya yang berjudul pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah bahwa sejarah didefinisikan sebagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Sejarah dapat dilihat dari arah subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruksi yaitu suatu bangunan yang disusun oleh subjek/sejarahwan/penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Artinya sejarah dalam arti subjektif tidak lepas dari pengaruh sejarahwan/subjeknya. Sejarah dalam arti objektif adalah proses sejarah dalam aktualisasinya, peristiwa yang sesungguhnya benar-benar terjadi. Objektif disini merujuk pada unsur-unsurnya yang tidak memuat unsur-unsur subjek atau pembuat cerita.Â
Sebagai ilmu, sejarah memiliki ciri-ciri (Kuntowijoyo, 1995) adalah sebagai berikut :Â
Sejarah bersifat empirisÂ
Syarat utama ilmu adalah bersendi pada pengetahuan. Tidak mungkin ada ilmu tanpa pengetahuan. Berarti pengetahuan adalah ciri utama yang menjadi landasan ilmu untuk mencari keterangan atau penjelasan lebih lanjut tentang sesuatu. Suatu pengetahuan menjadi ilmu harus memiliki syarat-syarat yang mencakup subjek, objek, dan hubungan subjek dengan objek. Subjek adalah orang yang disengaja ataupun tidak mengetahui sesuatu (peristiwa). Objek adalah sesuatu (peristiwa) yang diketahui oleh subjek. Hubungan subjek dengan objek itulah yang menyebabkan suatu objek menjadi pengetahuan.Â
Pengetahuan yang menjadi landasan ilmu sejarah sudah tentu peristiwa. Sejarahwan tidak mungkin dapat merekonstruksi sejarah tanpa mengetahui dan memahami suatu peristiwa sejarah dan permasalahannya. Peristiwa sejarah berisi pengalaman manusia di masa lampau. Dengan demikian, ilmu sejarah termasuk ilmu empiris (yunani : empeiria berarti pengalaman) karena sejarah berlandaskan pengalaman manusia di masa lampau yang menjadi pengetahuan sejarahwan. Pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen itulah yang diteliti oleh sejarahwan.Â
Sejarah memiliki objek dalam wujud masa lampau
Waktu menjadi objek ilmu sejarah. Berbeda dengan ilmu-ilmu sosial yang berupaya memahami perilaku manusia di waktu sekarang, ilmu sejarah lebih berusaha untuk memahami perilaku manusia di waktu lampau. Jika ilmu-ilmu alam membahas tentang waktu, waktu yang dibahas adalah waktu fisik. Waktu fisik adalah waktu objektif, waktu yang terjadi dalam alam. Waktu yang dikaji dalam sejarah adalah waktu subjektif yaitu waktu yang dialami dan dirasakan oleh manusia. Makna waktu bagi manusia tergantung relasinya terhadap dirinya.Â
Sejarah memiliki metode sejarahÂ
Metode adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh ilmu. Proses rekonstruksi sejarah, mulai heuristik (mencari dan menemukan sumber), kritik sumber, interpretasi data sampai dengan penulisan hasil penelitian (historiografi), harus berdasarkan metode, khususnya metode sejarah. Dengan metode itu, rekonstruksi sejarah akan menghasilkan tulisan sejarah ilmiah. Penulisan sejarah tanpa dilandasi oleh metode sejarah hanya akan menghasilkan tulisan populer. Uraiannya hanya bersifat deskriptif-naratif dan tidak menunjukan ciri-ciri karya ilmiah sejarah.Â
Dengan landasan metode, sejarah sebagai kisah ditulis secara sistematis. Hubungan antarbab dan hubungan antarsubbab pada setiap bab disusun secara kronologis sehingga uraian secara keseluruhan bersifat diakronis (memanjang menurut alur waktu). Uraian sistematis akan menunjukan hubungan antara satu fakta dan fakta lain yang bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) karena sejarah merupakan proses. Hal itu berarti kausalitas adalah hukum sejarah.Â
Sejarah memiliki teori dan konsepÂ
Sejarah sebagai ilmu juga memiliki teori yaitu teori sejarah. Selain menggunakan metode dan teori sejarah, penulisan sejarah ilmiah dituntut untuk menggunakan pendekatan multidimensional (interdisipliner), yaitu penerapan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi, ekonomi, atau politik) yang relevan dengan masalah sejarah yang dibahas. Pendekatan itu perlu dilakukan karena tulisan sejarah ilmiah harus bersifat deskriptif-analisis. Teori digunakan untuk mempertajam daya analisa sehingga diperoleh eksplanasi (kejelasan) mengenai berbagai hal termasuk makna peristiwa.Â
Sejarah sebagai seni
Menurut Dithley bahwa sejarah adalah pengetahuan tentang cita rasa. Sejarah sebagai seni adalah sejarah yang mengutamakan nilai-nilai seni/estetika. Sejarah sebagai seni memerlukan beberapa hal berikut ini :Â
IntuisiÂ
Intuisi diperlukan sejarahwan untuk menentukan setiap langkah dalam proses sebuah penelitian sejarah, memilih suatu penjelasan, dan apa yang harus dikerjakan. Intiusi tersebut dapat berupa ilham atau ide yang cara kerja sejarahwan sama seperti seniman.Â
Imajinasi
Imajinasi sangat diperlukan dalam penulisan sebuah peristiwa sejarah. Dengan imajinasi, sejarahwan dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang terjadi, dan apa yang terjadi sesudahnya pada suatu peristiwa sejarah.Â
Emosi
Keterlibatan emosi dalam penulisan sejarah bertujuan untuk menyatukan perasaan antara sejarahwan sebagai subjek dengan objeknya. Artinya sejarahwan harus mampu memiliki rasa empati yang tinggi terhadap peristiwa sejarah yang sedang diteliti.Â
Gaya bahasa
Dalam penggunaan bahasa harus lugas dan tidak berbelit-belit sehingga apa yang ditulis sejarahwan terkait peristiwa tersebut dapat dipahami dengan pemaparan yang detail. Â
Generalisasi, Periodisasi, dan Kronologi
GeneralisasiÂ
Generalisasi dapat diartikan sebagai pekerjaan penyimpulan fakta-fakta dari khusus ke umum. Tujuan Generalisasi yaitu tujuan untuk saintifikasi dan tujuan untuk simplifikasi. Tujuan saintifikasi mengandung arti bahwa sejarah juga melakukan penyimpulan umum. Dalam arti bahwa generalisasi sejarah sering dipakai untuk mengecek teori yang lebih luas karena teori di tingkat yang lebih luas kerap kali berbeda dengan generalisasi sejarah di tingkat yang lebih sempit. Sedangkan tujuan untuk simpifikasi adalah untuk menyederhanakan suatu peristiwa dengan cara mengklasifikasikan setiap peristiwa-peristiwa sejarah secara periodik atau kita kenal dengan periodisasi. Â
Periodisasi adalah pembabakan waktu yang merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah dalam rangka memahami rangkaian peristiwa sejarah. Catatan periodisasi bersifat subjektif dalam kerangka penulisannya. Subjektif artinya tergantung terhadap tulisan sejarahwan. Menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo periodisasi dibuat berdasarkan derajat integrasi yang pernah dicapai Indonesia pada masa lampau yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang mampu mempengaruhi perkembangan politik, kultur, budaya dan perkembangan sosial di Indonesia sehingga kita dapat membuat periodisasi yang kita bedakan menjadi dua yakni pengaruh Hindu dan pengaruh Islam. Dan pembabakan pada masa itu dinamakan sebagai masa kerajaan, Hal tersebut disebabkan karena masyarakat pada saat itu masih bersifat istana sentris atau berpusat kepada raja. Adapun contoh periodisasi sejarah Indonesia menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo adalah sebagai berikut:
Prasejarah,
Zaman Kuno,
Masa kerajaan-kerajaan tertua
Masa Sriwijaya (dari abad VII – XIII atau XIV),
Masa Majapahit (dari abad XIV – XV),
Zaman Baru
Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI),
Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX),
Masa pergerakan nasional (abad XX),
Masa Republik Indonesia (sejak tahun 1945)
Konsep Periodisasi  Muhammad Yamin terkait dengan sejarah Indonesia yang dikenal dengan nama Pancawarsa Sejarah Indonesia yaitu sebagai berikut :
Zaman Prasejarah sampai tahun 0.
Zaman Protosejarah, tahun 0 sampai abad ke–4.
Zaman Nasional, dari tahun abad ke – 4 sampai abad ke 6.
Zaman Internasional, yaitu abad ke 16 sampai kira-kira tahun 1900.
Abad Proklamasi mulai kira-kira tahun 1900.Â
Konsep Periodisasi H.J. de Graaf
Dalam buku yang berjudul Geschiedenis van Indonesia tahun 1949, H.J. de Graaf menuliskan periodisasi sejarah Indonesia sebagai berikut :
Orang Indonesia dan Asia Tenggara (sampai 1650) yang meliputi :
Zaman Hindu
Zaman Penyiaran Islam dan berdirinya kerajaan Islam
Bangsa barat di Indonesia (1511-1800)
Orang Indonesia di Zaman VOC (1600-1800)
Organisasi VOC di luar Indonesia
Orang Indonesia dalam lingkungan Hindia Belanda (sesudah 1800) diakhiri dengan pemerintahan Ratu Wilhelmina
Tujuan Periodisasi adalah sebagai berikut :Â
Memudahkan pembaca untuk mengerti peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang dikelompokkan dan disederhanakan menjadi kesatuan sehingga memudahkan pengertian.Â
Melakukan penyederhanaan terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau.Â
Menguraikan peristiwa-peristiwa sejarah secara kronologis sehingga akan memudahkan dalam upaya pemecahan suatu masalah.Â
KronologiÂ
Secara arti sempit, kronologi dapat diartikan sebagai urutan waktu kejadian. Peristiwa sejarah akan selalu berlangsung sesuai dengan urutan waktu sehingga peristiwa-peristiwa sejarah tidak terjadi secara melompat-lompat urutan waktunya, atau bahkan berbalik urutan waktunya atau sering kali disebut dengan anakronis. Tujuan dari pembuatan kronologi sejarah adalah bertujuan agar penyusunan dari berbagai peristiwa sejarah dalam periodisasi tertentu tidak tumpang tindih atau rancu dengan metode lainnya. Kronologi sejarah harus sesuai dengan urutan kejadian dari peristiwa sejarah tersebut yang sehingga tidak berlangsung secara loncat-loncat. Hal ini pula untuk memudahkan seseorang memahami sejarah dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya. Susunan kejadian dari setiap peristiwa berdasarkan urutan waktu tersebut harus tetap berkesinambungan dengan adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas). Konsep kausalitas merupakan suatu rangkaian peristiwa yang mendahului dan peristiwa yang menyusul kemudian yang seringkali disebut dengan prinsip sebab akibat. Menurut Sartono Kartodirdjo, kausalitas merupakan hukum sebab akibat mengenai suatu peristiwa, keadaan, atau perkembangan. Artinya kausalitas sejarah adalah sebab terjadinya peristiwa sejarah.
Selain kronologi, dalam sejarah dikenal juga istilah kronik yang merupakan catatan kejadian-kejadian secara singkat dari waktu ke waktu secara berurutan berupa urutan-urutan tanggal dan peristiwa tanpa adanya penjelasan. Sedangkan kronologis lebih mendalam dan luas dengan adanya deskripsi atau gambaran dari setiap kejadian atau peristiwa sejarah.Â
Kegunaan SejarahÂ
Kegunaan atau manfaat atau fungsi sejarah adalah sebagai sumber pengetahuan. Sejarah merupakan wadah untuk mengetahui peristiwa sejarah dengan berbagai permasalahannya. Menurut I Gde widja mengemukakan bahwa sejarah bukan sekedar uraian cerita kehidupan masa lampau. Lebih jauh lagi, sejarah memiliki beberapa kegunaan sejarah yang dimaksud adalah kegunaan edukatif, kegunaan inspiratif, dan kegunaan rekreatif. Secara khusus, fungsi sejarah terbagi atas dua bagian yaitu fungsi Intrinsik dan fungsi ekstrinsik.Â
Fungsi IntrinsikÂ
Ada tiga fungsi sejarah secara intrinsik yaitu sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai alat untuk mengetahui peristiwa masa lampau, dan sejarah sebagai profesi.
Sejarah sebagai ilmu diartikan bahwa sejarah adalah ilmu yang sangat terbuka. Artinya seseorang yang tidak memiliki latar belakang keilmuan sejarah pun dapat mengaku sebagai sejarahwan dengan syarat hasil karyanya (historiografi) dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu ilmu. Keterbukaan tersebut tidak seperti profesi lain seperti dokter, arsitek, atau guru.Â
Sejarah sebagai alat untuk mengetahui peristiwa masa lampau. Artinya peristiwa masa lampau dapat dilihat dari bagaimana proses penyampaian tradisi manusia pada masa lampau. Ketika manusia yang belum mengenal tulisan, maka proses penyampaian tradisi tersebut melalui lisan (tradisi lisan) seperti mitos, legenda, hikayat, cerita rakyat, yang dalam kebenarannya sangat sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sedangkan pada manusia yang sudah mengenal tulisan, pengetahuan terkait dengan masa lampau didapat dengan melalui informasi yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sejarah sebagai profesiÂ
Sejarah adalah keilmuan yang sangat terbuka. Siapapun dapat menjadi seorang sejarahwan selama ia menggunakan tata aturan metodologi dalam keilmuan sejarah. Artinya sejarahwan tidak selalu dari seseorang yang memiliki latar belakang keilmuan sejarah dalam pendidikannya. Dan tidak semua lulusan disiplin ilmu sejarah pun memilih menjadi sejarahwan. Terlepas apapun latar belakang sejarahwan yang dimaksud, membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus terkait dengan kegiatan penelitian dan penulisan sejarah yang dimaksud. Artinya tulisan sejarah yang dihasilkan akan memberikan kepuasan tersendiri yang tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi pembaca atas pemaparan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Â
Fungsi ekstrinsikÂ
Kuntowijoyo menjelaskan mengenai manfaat atau fungsi sejarah secara ekstrinsik antara lain sebagai latar belakang, sebagai rujukan, sebagai pendidikan moral, sebagai pendidikan penalaran, sebagai pendidikan politik, sebagai pendidikan kebijakan, sebagai pendidikan perubahan, dan sebagai pendidikan masa depan.Â
Sejarah sebagai pendidikan MoralÂ
Sejarah sangat erat kaitannya dengan moral. Hal tersebut dikarenakan dalam peristiwa sejarah mengajarkan benar dan salah, baik dan buruk, berhak dan tidak berhak, cinta dan benci, pahlawan dan pengkhianat, beradab dan biadab, dan lain-lain. Tolak ukur moralitas tersebutlah menunjukan bahwa sejarah bersentuhan langsung dengan pendidikan moral. Misalnya, sejarah tentang bagaimana perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi yang mengajarkan tentang kedermawanan dan keberanian rakyat Indonesia, yang dicontohkan oleh rakyat Indonesia di pedesaan yang mengorbankan harta bendanya ketika masa sulit. Serta para pejuang yang berani dalam berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Â
Sejarah sebagai pendidikan penalaranÂ
Dengan mempelajari sejarah secara kritis dan menulis sejarah secara ilmiah, seseorang dapat mendorong meningkatkan daya nalarnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
2.1) sejarah sebagai ilmu yang menjelaskan latar belakang terjadinya suatu peristiwa yang biasanya tidak terjadi hanya karena satu faktor saja, melainkan beberapa faktor yang saling berkaitan yang sering disebut dengan kekuatan sejarah.Â
2.2) sejarah bersifat kronologis dan diakronis yang artinya dalam sebuah peristiwa sejarah sangat memperhatikan waktu. Artinya fungsi sejarah dapat dikatakan juga sebagai cara untuk mendidik seseorang untuk memperhatikan waktu dalam menjalani kehidupannya.Â
2.3) sejarah erat kaitannya dengan data atau fakta. Artinya sejarah harus dituliskan berdasarkan fakta. Akan tetapi, tidak semua sumber sejarah memuat fakta sejarah dan tidak semua fakta yang ditemukan adalah fakta sejarah. Artinya sejarah bermanfaat untuk melatih dan mendidik kita untuk memiliki daya nalar yang dilandasi oleh sikap kritis.Â
Sejarah sebagai pendidikan politik
Dalam suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau erat kaitannya juga dengan pendidikan politik. Karena peristiwa tertentu biasanya menyangkut tindakan politik atau kegiatan yang bersifat politik.Â
Sejarah sebagai pendidikan kebijakan
Sejarah mengajarkan tentang kebijakan atau kebijaksanaan dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Artinya peristiwa masa lampau dapat dijadikan sebagai rujukan atau acuan bagi seseorang untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.Â
Sejarah sebagai pendidikan perubahan
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari manusia dengan segala perubahannya karena pada dasarnya kehidupan manusia terus berubah. Meskipun tingkatan waktunya pun berbeda dari waktu ke waktu. Perubahan pun terjadi karena disengaja atau tidak disengaja.Â
Sejarah sebagai pendidikan masa depan
Sejarah mengajarkan kita untuk bersikap kritis pada peristiwa masa lampau. Apabila kita mempelajari sejarah dengan selalu bersikap kritis, maka seseorang akan dapat memprediksi atau memperkirakan kehidupan di masa yang akan datang.Â
Sedangkan Nugroho Notosusanto mengidentifikasikan empat jenis kegunaan sejarah sebagai edukatif, inspiratif, instruktif, dan rekreatif.Â
Kegunaan edukatif yang artinya bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan dan kearifan.
Kegunaan Inspriratif artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau ilham
Kegunaan Instruktif yang artinya bahwa sejarah memberikan pengetahuan dan pengajaran yang bermakna. Misalnya dengan mempelajari sejarah perang kemerdekaan, kita akan memahami betapa pentingnya semangat persatuan dan kesatuan bangsa.Â
Kegunaan Rekreatif yang artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Melalui penulisan kisah sejarah yang menarik, pembaca dapat merasa terhibur. Pembaca dalam mempelajari hasil penulisan sejarah tidak hanya merasa senang layaknya membaca novel, tetapi juga dapat berimajinasi ke masa lampau. Contoh lainnya adalah dengan mengunjungi museum-museum yang membawa hiburan bagi pengunjung karena bisa berimajinasi dengan peninggalan-peninggalan yang ada di dalam museum.Â
Daftar PustakaÂ
Gottschalk, Louis. (1975). Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto Jakarta; Universitas Indonesia.Â
Ismaun, (2005). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan, Bandung: Historia Utama Press.
Kartodirdjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta; GramediaÂ
Kuntowijoyo. (1994). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara WacanaÂ
Sjamsuddin, Helius. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H