Sejarah sebagai ilmu dan seni
Sejarah sebagai IlmuÂ
Menurut Helius Sjamsuddin dalam bukunya metodologi sejarah menyatakan bahwa sejarah dkembangkan berdasarkan metodologi penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakat ilmiah. Berdasarkan hal tersebutlah maka sejarah dapat dikatakan sebagai bagian dari ilmu.Â
Sartono Kartodirdjo menyatakan dalam bukunya yang berjudul pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah bahwa sejarah didefinisikan sebagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Sejarah dapat dilihat dari arah subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruksi yaitu suatu bangunan yang disusun oleh subjek/sejarahwan/penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Artinya sejarah dalam arti subjektif tidak lepas dari pengaruh sejarahwan/subjeknya. Sejarah dalam arti objektif adalah proses sejarah dalam aktualisasinya, peristiwa yang sesungguhnya benar-benar terjadi. Objektif disini merujuk pada unsur-unsurnya yang tidak memuat unsur-unsur subjek atau pembuat cerita.Â
Sebagai ilmu, sejarah memiliki ciri-ciri (Kuntowijoyo, 1995) adalah sebagai berikut :Â
Sejarah bersifat empirisÂ
Syarat utama ilmu adalah bersendi pada pengetahuan. Tidak mungkin ada ilmu tanpa pengetahuan. Berarti pengetahuan adalah ciri utama yang menjadi landasan ilmu untuk mencari keterangan atau penjelasan lebih lanjut tentang sesuatu. Suatu pengetahuan menjadi ilmu harus memiliki syarat-syarat yang mencakup subjek, objek, dan hubungan subjek dengan objek. Subjek adalah orang yang disengaja ataupun tidak mengetahui sesuatu (peristiwa). Objek adalah sesuatu (peristiwa) yang diketahui oleh subjek. Hubungan subjek dengan objek itulah yang menyebabkan suatu objek menjadi pengetahuan.Â
Pengetahuan yang menjadi landasan ilmu sejarah sudah tentu peristiwa. Sejarahwan tidak mungkin dapat merekonstruksi sejarah tanpa mengetahui dan memahami suatu peristiwa sejarah dan permasalahannya. Peristiwa sejarah berisi pengalaman manusia di masa lampau. Dengan demikian, ilmu sejarah termasuk ilmu empiris (yunani : empeiria berarti pengalaman) karena sejarah berlandaskan pengalaman manusia di masa lampau yang menjadi pengetahuan sejarahwan. Pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen itulah yang diteliti oleh sejarahwan.Â
Sejarah memiliki objek dalam wujud masa lampau
Waktu menjadi objek ilmu sejarah. Berbeda dengan ilmu-ilmu sosial yang berupaya memahami perilaku manusia di waktu sekarang, ilmu sejarah lebih berusaha untuk memahami perilaku manusia di waktu lampau. Jika ilmu-ilmu alam membahas tentang waktu, waktu yang dibahas adalah waktu fisik. Waktu fisik adalah waktu objektif, waktu yang terjadi dalam alam. Waktu yang dikaji dalam sejarah adalah waktu subjektif yaitu waktu yang dialami dan dirasakan oleh manusia. Makna waktu bagi manusia tergantung relasinya terhadap dirinya.Â
Sejarah memiliki metode sejarahÂ