1. Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits)
     Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah:
a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu Ishmah Nuh bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta taashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syiah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
2. Dari segi Matan (Isi Hadits)
   V  Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a. Â Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahualaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwataala Jawamiul Kalim (kata pendek yang mengandung arti luas).
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits :
Artinya: "Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Kabah tujuh kali lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim."1