Mohon tunggu...
Rizal Pahlefi
Rizal Pahlefi Mohon Tunggu... Guru - Guru & Mahasiswa

Jika hujan menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman maka al-Qur'an membersihkan hati dan menyuburkan ketaqwaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Semantik dalam Karya Tafsir Kontemporer

13 Desember 2023   17:35 Diperbarui: 13 Desember 2023   17:41 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menunrut Thoshihiko makna aslama sendiri masuk kedalam kata kerja yang disebut inchoative dengan kata lain dia menunjukkan sesuatu yang baru yang terwujud untuk pertama sekali, namun dalam bentuk partisipial muslim menunjukkan arti yang permanen, bahkan kemudian memiliki makna yang muncul dari langkah yang sudah pasti.

jahiliah-dan-islam-png-65797c9cc57afb110334b084.png
jahiliah-dan-islam-png-65797c9cc57afb110334b084.png

Makna Islam yang dipahami dalam al-Qur’an yang memiliki indikasi “kepatuhan” dan “ketundukan” sedikit samar karena terkesan kepatuhan diri dan kerendahan diri sebagai sebuah sikap bawaan setiap orang, dalam struktur semantik tidak ditemukan momentum keputusan eksistensial –terang toshihiko- yaitu momentum lompatan dalam kehidupan belum diketahui, menurut Tishihiko hanya Islam yang memiliki implikasi seperti tersebut, kemungkinan maksud toshihiko adalah pengalihan kehidupan dari kondisi kepada kondisi lainnya yang belum diketahui dalam arti baru terdengar istilah Islam ketika pra Islam itu sendiri dan harus mengubah pola hidup jahiliah.

Setelah seseorang melakukan lompatan yang pasti maka konsep “kepatuhan”, “penyerahan” dan “kerendahan” baru mengandung makna regelius yang sesungguhnya, maka makna “khusyu”, “tadarru'”, sebagai istilah kunci dalam al-Qur’an bukan bermakna kerendahan diri yang sederhana dan umum, penjelasan toshohiko tersebut menjelaskan bahwa makna kata kunci yang dimaksudkan dalam al-Qur’an tersbut bukan sebagaimana dipahami oleh umum orang dengan arti lemah dan menyerah. 

Bagan diatas menunjukkan lompatan yang sangat bertentangan dalam kehidupan pribadi sesorang yaitu antara jahiliah dan Islam, pembahasan jahiliah yang dimaksud adalah individu, bukan masa pra Islam. Seorang muslim dalam pengertiannya dia telah meninggalkan semua kepentingan dirinya, kebanggaannya sebagai manusia, sehingga ia menjadi manusia yang lemah dan hina dihadapan Tuhan yang kemudan dimaksud adalah Tuhan (Rabb) dan penguasanya, demikianlah yang digambarkan pada diagram B diatas, sedangakan pada diagram A menjelaskan sifat kebalikannya yaitu rasa bangga terhadap diri sendiri sebagai manusia, keperacayaan yang berlebihan, rasa merdeka yang absoulut, sehingga tidak mau patuh kepada siapa saja yang memerintahnya dalam konteks ini adalah baik Tuhan Maupun manusia, dari segi historitas sifat ini sangat dominan dalam masyarakat pra-Islam[28]

Dalam tradisi jahiliah -terang toshihiko- berbangga diri berlebihan dan sifat yang telah disebutkan sebelumnya dalam pandangan mereka bukan merupakan sebuah kerusakan moral tetapi identitas asli mereka, istilah-istilah mereka pra- Islam dahulu adalah, memliki kehebatan (al-fata), anafah (berhitung tinggi), ibā, penolakan (tidak membiarkan kehormatannya diremehkan) hamiyyah (semangat untuk membela apa yang harus dibela), dengan sifat mudah mencela walaupun hanya dengan hinaan kecil kepada mereka membuat mereka menolak dengan semangat berapi-api dan ini merupakan karakter jahiliah.


Dalam penjelasannya toshihiko menjelaskan bait syair jahiliah yang mengandung makna “aba” dalam arti kata menolak dengan rasa bangga, seseorang yang menolak apa saja yang menodai kehormatannya disebut dengan abay. Maka Islam datang untuk menghantam semangat orang –orang jahiliah tersbut dari akarnya untuk tunduk dan patuh kepada Tuhan, didalam al-Qur’an disebut dengan istighna dan tughyan yang berasal dari kata tagha  yang bererti aliran air keras kemudian menjadi tenang.[29] 

Dalam semangat jahiliah manusia merupakan tuan bagi dirinya sendiri adapun ajakan kepada tunduk kepada selain mereka dengan menjadi ‘abd (hamba) mengabdi dan berbuat dan berkata sepenuhnya untuk tuhan sendiri mereka menganggapnya sebagai sebuah hinaan dan sebuah pertentangan dengan kebebasan (hurr).

Dalam al-Qur’an istilah Jahiliyyah dipahami sebagai regelius dalam pengertian negatif karena landasan kata kufr berasal, karena kesombongan untuk tunduk kepada Tuhan tersebutlah yang menyebabkan kekufuran singkatnya jahiliyyah adalah adalah akar dan sumber kufr, jahl sangat bertentangan dengan hilm dalam pandangan jahiliah, jika dipahami dalam sejarah pra-Islam dalam syair-syair mereka kita temui makna jahiliyyah selalu disandingkan dengan hilm. Analisis yang dilakukan oleh Toshihiko dari makna jahl tersebut sebagai berikut:

Pertama, Merupakan sifat prilaku pada seseorang dari kata jim, ha dan lam, ia merupakan sifat berdarah panas dan tidak sabar, walaupun ia dipancing dengan masalah yang kecil, akibatnya ia melakukan tidakan gegabah  yang didirong oleh nafsu yang membabi buta tanpa kendali tanpa memikirkan akiban buruk dari perbuatan yang dilakukan itu, ini merupakan sifat yang menjadi perilaku yang menjadi ciri khas seseorang yang mudah tersinggung, tidak memeliki kendali terhadap perasaan dan emosinya, jika dipahami hlm adalah kemarahan yang menyala-nyala, citra itu sebenarnya digunakan oleh penyair jahiliyyah dengan dengan arti kata ihtidām artinya membakar dengan nyala api yang panas, sedangkan hilm adalah ketenangan, jalan pikiran yang seimbang, pengendalian diri dan ketenangan dalam pertimbangan, dalam pengertiannya Toshihiko menjelaskan syair pra Islam yang menyebutkan kata “jāhil” sebagai sebagai sifat dari panci yang terus mendidih dan menyala tidak pernah padam dan tidak mau tenang (halim).

Kemudian dia menjelaskan bahwa makna jahl pada pengertian pertama ini tidak ada sangkut pautnya dengan makna kebodohan, kemudian makna halim dari pengertian yang berbeda adalah bukanlah kelemahan tanpa berdaya, jika dia lemah dan tidak berdaya, halim adalah seseorang memiliki kekuatan untuk menanggulangi semua bentuk kekerasan dan hasutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun