Merasa kewalahan Ki Baruna menarik pedangnya dilambung, lalu menyongsong serangan Jumprit yang menjulurkan pedangnya lurus. Pedang itu ditepisnya kesamping, tapi seketika itu juga kakinya menendang perut lawannya. Lagi-lagi Jumprit terdorong mundur kebelakang.
Dipinggir arena Andaru Wijaya menyaksikan dengan tegang, ia menilai ilmu pedang Ki Baruna diatas lawan yang dihadapi. Akan tetapi mendapat lawan dua orang, sampai kapan Ki Baruna dapat bertahan ?
Pertanyaan itu muncul dibenak Wijaya, sementara Turba masih menekan pisau dilehernya.
Diarena pertarungan itu Ki Baruna membendung serangan Jumprit dan Gandar yang susul-menyusul dengan tangkas. Terlihat beberapa kali Ki Baruna mampu mendesak keduanya secara bergantian.
Peluh bercucuran di sekujur tubuh Jumprit dan Gandar. Jumprit yang mampu menilai keadaan lalu merubah tak-tik serangan. Ia ingin melibatkan Turba yang sedang menyandera Wijaya.
“Turba tinggalkan pemuda bodoh itu.., bantu kami meringkus Baruna ini !”teriak Jumprit.
Turba langsung mendorong Wijaya pada bagian punggung, membuat Wijaya jatuh berlutut. Kemudian Turba menghunus belatinya dan membantu kedua temannya mengepung Ki Baruna.
“He Jumprit.., ternyata kalian pengecut !”
“Kalian mau mengeroyokku he..?”kata Baruna dengan dada bergejolak.
“Tidak ada aturan yang mengharuskan kami beradu dada denganmu Baruna.., terimalah nasibmu hari ini !”sahut Jumprit sambil memberi isyarat kepada kedua temannya untuk menyerang bersamaan.
Beberapa saat tiga kawanan tersebut langsung menyerang Ki Baruna secara bertubi-tubi. Kilatan pedang dan belati ketiga orang itu menyambar-nyambar tubuh Baruna. Ki Baruna menepis dengan tangkasnya, akan tetapi lama kelamaan ia terdesak mundur.