Rafiq sudah menginjak usia 24 tahun, usia yang cukup untuk membangun biduk rumah tangga. Orang tua pemuda itu selalu bertanya tentang calon pendamping hidupnya di setiap ia menelpon. Dan Rafiq selalu menjawab dengan tawa kecilnya.
"Rafiq belum ketemu calon yang cocok, Mak. Kalau udah sampai waktunya, jodoh akan datang sendiri, kok." Begitu selalu jawaban Rafiq atas pertanyaam emak yang sudah rindu menimang cucu.
"Iya, jodohmu memang sudah tertulis lima puluh ribu tahun sebelum bumi diciptakan. Tapi seperti halnya rejeki, jodoh juga perlu diupayakan," wejang emak.
"Iya, Mak. Rafiq sudah berusaha dan memantaskan diri untuk jadi suami dan ayah yang baik. Rafiq minta emak juga doakan, ya, biar Allah segerakan."
"Iya, Cah bagus, Emak selalu doakan yang terbaik untuk kamu."
Rafiq sangat bersyukur dikaruniai orang tua yang pengasih dan sangat memperhatikan pendidikan agamanya sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang baik.
***
Rafiq baru saja menyelesaikan sarapannya ketika salah seorang santri memberi tahu kalau ia dipanggil Kyai Kamil, pimpinan pesantren. Lelaki paruh baya penuh kharisma itu sangat ia hormati dan kagumi. Sifat kebapakannya selalu menghadirkan ketenangan bila berdekatan.
Sang kyai sangat sayang pada Rafiq karena ketulusan dan akhlaq terpujinya. Beberapa kali kyai berusaha menjodohkan dirinya dengan keponakannya atau ustazah dari santri-santrinya.
"Fiq, kalau saja Kyai punya putri, tentu udah kujodohkan denganmu." Begitu selalu yang diucapkan kyai setiap ia mengajukan calon istri untuk Rafiq. Ya, Kyai Malik hanya dikaruniai tiga orang anak lelaki.
Tiga kali kyai bijak itu mengajukan calon yang terbaik menurutnya, tetapi entah mengapa Rafiq belum menemukan kecocokan. Padahal dari fisik dan wajah, mereka tergolong cantik dan manis. Pun dari akhlak, mereka dikenal sebagai gadis yang santun dan lembut. Panggilan kyai kali ini, mau tak mau membuat Rafiq berpikir bahwa sang kyai akan menjodohkannya lagi.