Mohon tunggu...
Politik

Duel Jokowi pada Problematika Listrik

18 Juni 2016   17:32 Diperbarui: 18 Juni 2016   17:49 31027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi Tertawa Gembira Melihat Salah Satu Progress Pembangunan Pembangkit Listrik (Sumber Gambar Kompas)

Karena sudah banyak kondisi yg berbeda dengan asumsi awal, pada tahun 15 Agustus 2014 Menteri BUMN mengeluarkan surat agar PLN melakukan kajian kembali atas kelayakan proyek HVDC ini.

Fakta saat ini, berdasarkan formula harga yang ditetapkan ESDM, harga batu bara mulut tambang di Sumatera jauh lebih mahal dari harga batu bara yg diterima di pembangkit di Jawa. Belum lagi tambahan biaya investasi utk membangun HVDC yg nilainya sekitar Rp.25-30 Trilyun. Sehingga membeli listrik di Sumatera yang kemudian dialirkan melalui HVDC ke Sumatera, Sumatera, jauh lbh mahal dibandingkan membeli listrik di Jawa, dengan selisih harga sekitar Rp. 5-7 Trilyun/tahun. Ini tentu saja akan membebani PLN, yg ujung-ujungnya akan menambah subsidi dan membebani negara

Fakta lain, asumsi yg digunakan pada Feasibility Study/FS, beban puncak di Jawa tahun 2016 MW mencapai 29.000 MW, faktanya saat ini hanya berkisar 21.500 MW - 23.000 MW, sehingga listrik di Jawa tidak defisit. Belum lagi ada tambahan pembangkit baru yg akan dibangun di Jawa sebanyak 23.000 MW dlm 4 tahun ke depan (yang merupakan bagian dari 35.000 MW), sehingga pasokan listrik di Jawa sudah lebih dari cukup.

Fakta berikutnya, saat ini pasokan listrik di Sumatera masih kurang, padahal pertumbuhan demand sangat tinggi. Jaringan Transmisi dan distribusi pun masih jauh dari cukup. Dalam 4 tahun ke depan Sumatera harus membangun sekitar 19.000 Kms jaringan Transmisi, agar terjadi interkoneksi dari Sumatera Selatan (sumber batu bara) ke Sumatera Utara yg demand listriknya tinggi. Daripada membawa listrik ke Jawa, sebaiknya PLN fokus dulu ke pemenuhan supply listrik di Sumatera serta membangun jaringan interkoneksi, sehingga listrik dari pembangkit batu bara di Sumatera Selatan dapat diangkut sampai ke Sumatera Utara. Dengan demikian, harga listrik di Sumatera akan menjadi lebih murah karena berasal dari PLTU. Tidak seperti saat ini, supply listrik di Sumut adalah dari sewa Genset yang harga listriknya mahal, serta dari pembangkit Gas yang LNG nya dibeli dari Papua. 

Sunggu ironis, Sumatera yg memiliki sumber batu bara berlimpah, tapi supply listriknya dari gas yg diangkut jauh dari Papua, sehingga harga listriknya menjadi lebih mahal. Tapi kemudian ESDM memaksa agar proyek HVDC dibangun untuk menyupply listrik ke Jawa. 

Lebih baik listrik dari Sumsel 8,9,10 digunakan untuk memasok kebutuhan listrik di Sumatera. Kalaupun nantinya proyek interkoneksi Sumatera - Jawa akan dibangun, maka tujuan pembangunannya harus direvisi. Bukan hanya utk membawa listrik 3.000 MW dari Sumatera ke Jawa, namun harus di desain untuk bisa 2 arah Sumatera-Jawa (export-import), yang tujuannya untuk menjaga kehandalan sistim kelistrikan di Jawa dan juga Sumatera. Misalnya ada gangguan di sistim Sumatera, maka dapat dipasok dari Jawa, atau kebalikannya. Namun tujuan tersebut dapat tercapai jika sistim kelistrikan di Sumatera sudah handal, yaitu pasokan listriknya cukup dan jaringannya sudah interkoneksi. Mana mungkin Sumatera dapat memback up kehandalan sistim kelistrikan di Jawa, di sistim kelistrikan di Sumatera sendiri saja supplynya masih defisit dan jaringannya belum nyambung.

Jadi, perkuat dulu sistim kelistrikan di Sumatera dan sistim kelistrikan di Jawa, barulah kemudian membangun jaringan interkoneksi Sumatera-Jawa sebagai back up.

Kenapa ESDM memaksa PLN utk tetap mengerjakan proyek HVDC ini?

Ada sumber yg mengatakan bahwa puteranya Kuntoro Mangkusubroto berminat untuk masuk di Sumsel 9,10, dan SS harus mengamankan hal itu. Pembatalan / penundaan HVDC akan menyebabkan Pembatalan / penundaan Sumsel 9,10. PLN buka saja apa benar itu anaknya Kuntoro bermain di proyek Sumsel 8,9 dan 10 karena bagaimanapun juga Kuntoro adalah Komisaris Utama PLN, dan kemudian keluar, kalau itu benar dimana etika-nya, karena hubungan bapak anak adalah afiliasi tingkat pertama, bila Kuntoro mendapatkan jabatan Komisaris, kenapa anaknya juga ikut masuk? Lalu apakah Boy Tohir bisa masuk untuk ambil konsesi di proyek 8,9 dan 10? waktu yang akan menjawabnya...

Jadi pemaksaan dibangunnya HVDC ini sederhana saja, kalau mengaliri listrik ke Jawa akan lebih murah ketimbang membangun jaringan Sumatera yang terinterkoneksi, ini artinya "Persoalan duit cepat" tapi apakah hajat rakyat banyak jadi taruhan?

Beberapa minggu lalu, Sudirman Said menyerang PLN dengan kasar sekali, beritanya : Sudirman Said Sebut PLN Bohongi Publik Terkait PLTMH  lantas kebohongan publik apa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun