PENDAHULUANÂ
Pada dasarnya manusia dan kesenian tidak dapat dipisahkan. Kesenian merupakan perwujudan gagasan dan perasaan seseorang yang tidak pernah bebas dari masyarakat dan kebudayaan seseorang dibesarkan.Â
Semenjak awal sejarahnya bahkan sebelum mengenal tulisan, seni telah menjadi salah satu bagian dari kehidupan manusia. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan merupakan ungkapan kreatifitas manusia yang memiliki nilai keluhuran dan keindahahan.Â
Kesenian tradisional sebagai pertunjukan selalu dilesatrikan oleh masyarakat pendukungnya, sehingga kesenian tradisional itu tumbuh dan berkembang. Secara garis besar kesenian tradisional dapat dibedakan menurut unsur seni yang ditonjolkan, meskipun harus diakui pada umumnya pertunjukan kesenian itu merupakan perpaduan beberapa unsur seni.Â
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan seni dan budaya, berusaha untuk menggali, melestarikan serta mengembangkan khasanah budaya yang beraneka ragam. Usaha pelestarian warisan yang tidak ternilai hargannya pada dasarnya mengandung manfaat yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup seni budaya itu sendiri. Kesenian merupakan unsur paling utama dari kebudayaan nasional.[1]
Â
Dalam kesenian sering terdapat lambang-lambang yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kedudukan kesenian yang sangat penting itu menuntut pengembangan yang selaras dengan usaha pengembangan kebudayaan nasional adalah kesatuan besar yang terdiri dari berbagai macam budaya daerah, termasuk wilayah di dalamnya kesenian daerah ataupun kesenian tradisional.Â
Sifat kerakyatan dalam bentuk kesenian menunjukan bahwa kesenian tersebutberakar dari kebudayaan rakyat yang terdapat di lingkungannya. Di setiap daerah di Indonesia mempunyai identitas kebudayaan yang khas tersendiri, seperti seni tari umpamanya. Seni tari adalah buah hasil cipta, karsa, dan karya dari suatu masyarakat.Â
Maka kebudayaan berfungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri itu tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik di bidang spritual maupun matriil.Â
Kebutuhan -- kebutuhan masyarakat tersebut di atas untuk sebagian besar di penuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.[2] Di setiap daerah di Indonesia mempunyai identitas kebudayaan yang khas dan berbeda-beda, namun dengan keanekaragaman budaya tersebut merupakan kekayaan bangsa indonesia seperti seni tari umpamanya. Seni tari adalah buah hasil cipta, karsa, dan karya dari suatu masyarakat.Â
Maka kebudayaan berfungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebudayaan merupakan jati diri suatu bangsa untuk mengenal jati diri tersebut, dapat dilihat dari hasil budaya bangsa, seperti beraneka nyayian dan lagu, berbagai tarian -- tarian, serta bermacam-macam bentuk kesenian pertunjukan yang diiringi alat musik yang khas dari daerah masing -- masing.[3]
Â
LANDASAN TEORI
Â
- Teori Kebudayaan dan Perubahan Sosial
- Dinamika Kebudayaan
Kebudayaan, termasuk kesenian, bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan seiring waktu. Koentjaraningrat (1990) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar[4]. Perubahan dalam kebudayaan dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal.
Â
- Teori Akulturasi
Â
Teori akulturasi yang dikemukakan oleh Redfield, Linton, dan Herskovits (1936) menjelaskan proses perubahan budaya yang terjadi ketika dua atau lebih kelompok budaya saling berinteraksi[5]. Dalam konteks Kubro Siswo ke Kubro Dangdut, akulturasi terjadi antara kesenian tradisional dan elemen budaya populer modern.
Â
- Teori Inovasi dan Difusi
- Teori Difusi Inovasi
Â
Rogers (2003) dalam teorinya tentang difusi inovasi menjelaskan bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat ide-ide baru dan teknologi menyebar melalui budaya[6]. Teori ini relevan untuk memahami bagaimana elemen-elemen baru, termasuk teknologi, diadopsi dalam evolusi Kubro Siswo menjadi Kubro Dangdut.
Â
- Teori Teknologi dan Masyarakat
- Konstruksi Sosial Teknologi
Â
Bijker, Hughes, dan Pinch (1987) mengajukan teori konstruksi sosial teknologi yang menyatakan bahwa perkembangan teknologi dan penggunaannya dibentuk oleh faktor-faktor sosial dan budaya[7]. Teori ini relevan untuk memahami bagaimana masyarakat dan seniman Kubro Siswo mengadopsi dan mengadaptasi teknologi dalam kesenian mereka.
Â
- Teori Hibriditas Budaya
- Hibriditas dalam Kesenian
Â
Bhabha (1994) mengemukakan konsep hibriditas budaya, yang menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk budaya baru muncul dari pertemuan dan percampuran berbagai tradisi dan praktik budaya[8]. Konsep ini sangat relevan dalam memahami transformasi Kubro Siswo menjadi Kubro Dangdut.
Â
Landasan teori ini menyediakan kerangka konseptual untuk memahami peran teknologi dalam evolusi kesenian Kubro Siswo ke Kubro Dangdut (Brodut). Dengan mengintegrasikan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu, penelitian ini dapat menganalisis fenomena ini dari berbagai perspektif, mulai dari dinamika kebudayaan, proses inovasi serta peran peran teknologi dalam seni pertunjukan.
Â
PEMBAHASAN
Â
Sejarah Kubro Siswo
Â
Berbicara tentang seni tari terdapat tari yakni Kubro siswo yang merupakan kesenian tradisional berlatar belakang penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa, khusunya Borobudur.Â
Kata Kubro siswo berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari dua kata, yaitu Kubro yang berarti besar dan siswo yang berarti siswa atau murid, jadi kubro siswo bisa diartikan sebagai murud-murid Tuhan yang diimplementasikan dalam pertunjukan yang selalu menjunjung kebesaran Tuhan. Kubro siswo merupakan singkatan dari Kesenian Ubahing Badan Lan Rogo (Kesenian Mengenai Gerak Badan Dan Jiwa).[9]
Â
Memasuki era 1980-an, dunia mengalami fase baru dengan munculnya globalisasi yang erat kaitannya dengan modernisasi di berbagai bidang, termasuk teknologi, ekonomi, politik, dan agama. Fenomena modernitas ini, yang berakar dari Eropa abad ke-17, menjadi konsekuensi logis dari globalisasi dan berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali kesenian tradisional.Â
Dalam menghadapi arus modernisasi, kesenian tradisional mengalami tantangan tersendiri untuk mempertahankan eksistensinya. Akibatnya, banyak bentuk kesenian tradisional yang mengalami transformasi pada beberapa aspeknya.Â
Transformasi ini tidak lepas dari pengaruh globalisasi yang membuka ruang bagi para seniman untuk mengekspresikan ide dan gagasan mereka secara lebih bebas, sejalan dengan munculnya konsep multikulturalisme. Paham ini mendukung keberagaman karya seni, baik dari segi gaya maupun asal negara.Â
Perkembangan kesenian tradisional di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya asing yang telah ada sebelumnya, seperti India, Arab, China, dan Eropa.Â
Proses pembentukan produk budaya, termasuk kesenian tradisional, umumnya melalui tahapan akulturasi, asimilasi, dan sinkretisme dengan budaya yang sudah ada. Namun, masyarakat pribumi mampu merespon pengaruh ini secara kreatif, sehingga bentuk-bentuk kesenian yang masuk ke Indonesia dapat beradaptasi dengan kesenian lokal, menciptakan warna khas ke-Indonesiaan.
Â
Pengaruh budaya Barat yang paling signifikan terhadap kesenian Indonesia terutama terlihat dalam bidang musik.[10] Sejak tahun 1970-an, kolaborasi antara komposer Indonesia dan asing mulai intensif dilakukan, menghasilkan perpaduan unik antar genre musik.Â
Sebelumnya, pada tahun 1950-1960an, musik pop Indonesia yang terinspirasi musik pop Amerika telah lahir, mendorong munculnya kreasi-kreasi eksperimental seperti transformasi gamelan ke dalam idiom musik modern.Â
Bersamaan dengan itu, musik dangdut berhasil merebut perhatian publik karena kemampuannya menyerap berbagai genre musik yang telah ada. Menurut Suka Harjana, musik dangdut berakar dari musik Melayu yang telah berinteraksi dengan musik India dan musik Islam Timur Tengah.Â
Popularitas dangdut yang meluas ini kemudian mempengaruhi berbagai bentuk kesenian tradisional, termasuk Kubro Siswo, yang mulai mengadopsi elemen-elemen dangdut dalam pertunjukannya. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kesenian tradisional terus berevolusi di tengah arus modernisasi dan globalisasi, menciptakan bentuk-bentuk baru yang merupakan hasil perpaduan antara tradisi dan modernitas.
Â
Transformasi Dari Kubro Siswo Ke Kubro Dangdut
Â
Perubahan signifikan dalam kesenian Kubro Siswo bermula dari inisiatif sekelompok pemuda yang tergabung dalam suatu organisasi lokal. Sekitar tahun 2014, kelompok ini memiliki gagasan untuk memberikan sentuhan baru pada kesenian Kubro tradisional. Mereka kemudian mengajukan ide ini kepada para sesepuh desa, memulai sebuah proses dialog dan negosiasi yang kompleks.
 Meskipun pada awalnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan sesepuh, dengan pendekatan musyawarah yang baik dan melalui berbagai kompromi, akhirnya tercapai kesepakatan di antara semua pihak di desa tersebut. Kesepakatan ini mengizinkan perubahan pada kesenian Kubro Siswo, dengan syarat tetap mempertahankan elemen-elemen dasar yang telah ada sebelumnya.[11]
Â
Setelah mendapat persetujuan internal, langkah selanjutnya adalah mengajukan rencana perubahan ini kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Magelang. Menurut penuturan ketua pengurus kesenian, pihak dinas pada awalnya menunjukkan keengganan terhadap usulan perubahan ini.Â
Kekhawatiran utama mereka adalah potensi rusaknya orisinalitas kesenian Kubro Siswo, seperti yang telah terjadi pada beberapa kesenian tradisional lainnya ketika dicoba untuk divariasikan.Â
Contoh yang dikemukakan adalah kasus kesenian Jathilan yang mengalami perubahan tidak diinginkan setelah divariasikan dengan unsur leak. Meskipun demikian, sikap Dinas Kebudayaan berubah setelah mereka diundang untuk menyaksikan pertunjukan langsung versi baru Kubro Siswo.Â
Setelah melihat penampilan tersebut, pihak dinas justru menyambut positif dan memberikan persetujuan atas inovasi yang dilakukan. Persetujuan ini menandai titik penting dalam evolusi Kubro Siswo, di mana kesenian ini secara resmi dapat menggabungkan elemen tradisional dengan iringan musik modern dangdut.Â
Proses ini menggambarkan bagaimana sebuah kesenian tradisional dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman melalui dialog yang konstruktif antara generasi muda, para sesepuh, dan otoritas budaya. Hal ini juga menunjukkan pentingnya keseimbangan antara menjaga warisan budaya dan membuka diri terhadap inovasi untuk menjamin keberlanjutan dan relevansi kesenian tradisional di era modern.
Â
Dampak Inovasi
Â
Dalam perkembangan kesenian tradisional Indonesia, perpaduan antara Kubro Siswo dan musik dangdut telah menciptakan fenomena budaya yang menarik. Transformasi ini telah membawa angin segar bagi kelangsungan kesenian tradisional di tengah arus modernisasi yang tak terbendung.Â
Di satu sisi, integrasi dangdut ke dalam pertunjukan Kubro Siswo telah berhasil memikat hati generasi muda. Irama dangdut yang energetik dan familiar telah menjembatani kesenjangan antara tradisi dan selera musik kontemporer.Â
Para penonton muda yang mungkin sebelumnya menganggap Kubro Siswo sebagai pertunjukan kuno, kini mulai menunjukkan antusiasme baru. Pertunjukan yang menghadirkan perpaduan ini menjadi lebih dinamis dan menghibur, sambil tetap menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual yang menjadi esensi dari Kubro Siswo.
Â
Namun, seperti dua sisi mata uang, inovasi ini juga membawa tantangan tersendiri. Di balik meningkatnya popularitas, muncul kekhawatiran akan terkikisnya nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun.Â
Ritual-ritual sakral dan makna filosofis yang mendalam, yang seharusnya menjadi jantung pertunjukan Kubro Siswo, berisiko tenggelam di balik gemerlap modernisasi.Â
Menariknya, transformasi ini telah menciptakan ruang dialog antara pelestarian dan pembaruan. Para seniman Kubro Siswo dituntut untuk berpikir kreatif dalam menyeimbangkan kedua aspek ini. Mereka harus pandai memilih elemen-elemen mana yang bisa dimodernisasi dan mana yang harus dijaga keasliannya.Â
Proses ini menjadi semacam navigasi budaya yang menantang, di mana tradisi dan modernitas harus berjalan beriringan tanpa saling menegasikan.
Di tengah dinamika ini, Kubro Siswo terus berevolusi sebagai bentuk kesenian yang adaptif. Kehadirannya dalam bentuk yang lebih kontemporer justru membuka peluang baru untuk memperkenalkan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda. Melalui alunan dangdut yang familiar, pesan-pesan kearifan lokal tetap bisa tersampaikan, meski dalam kemasan yang berbeda.Â
Perjalanan transformasi Kubro Siswo ini menjadi cermin bagaimana sebuah kesenian tradisional bisa tetap relevan di era modern tanpa kehilangan jati dirinya. Meski menghadapi berbagai tantangan, perpaduan ini telah membuktikan bahwa tradisi dan modernitas bukan dua hal yang harus dipertentangkan.Â
Justru, dengan pengelolaan yang bijak, keduanya bisa bersinergi menciptakan bentuk kesenian yang lebih kaya dan bermakna.
Â
KESIMPULAN
Transformasi Kubro Siswo menjadi Kubro Dangdut (Brodut) menggambarkan sebuah contoh adaptasi kesenian tradisional yang berhasil di era modern. Proses perubahan ini merupakan hasil dialog konstruktif antara generasi muda, sesepuh desa, dan Dinas Kebudayaan, yang menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional.Â
Transformasi ini berhasil menyeimbangkan unsur tradisional dan modern, di mana nilai-nilai spiritual dan filosofis Kubro Siswo tetap terjaga meski dikemas dalam format yang lebih kontemporer. Inovasi ini telah berhasil meningkatkan minat generasi muda terhadap kesenian tradisional, sekaligus membuka ruang baru bagi transmisi nilai-nilai budaya lokal.
 Keberhasilan transformasi ini menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan dalam konteks pelestarian budaya, dengan syarat adanya pengelolaan yang bijak dan berimbang.
Â
REFERENSI
Arifin, S. (2023). Festival Salaman Art Day: Tari Kubro Siswo Desa Ngargoretno. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/meisy20719/64d0ef844addee5b3d3998d2/festival-salaman-art-day-tari-kubro-siswo-desa-ngargoretno
Bhabha, H. K. (1994). The Location of Culture. London: Routledge.
Bijker, W. E., Hughes, T. P., & Pinch, T. J. (Eds.). (1987). The Social Construction of Technological Systems: New Directions in the Sociology and History of Technology. Cambridge, MA: MIT Press.
Datta, Wardana dan Amrin, Imran. (1996). Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: CV Dua Sehati.
DPRD Jateng. (2023). Media Tradisional Melestarikan Tarian Kubro Siswo. https://dprd.jatengprov.go.id/media-tradisional-melestarikan-tarian-kubro-siswo/
Fahrudin, A. (2023). Eksistensi dan Nilai Karakter Pada Kesenian Kubro Siswo Di Magelang. Research Gate. https://www.researchgate.net/publication/370995539_Eksistensi_dan_Nilai_Karakter_Pada_Kesenian_Kubro_Siswo_Di_Magelang
Karyam, Umar. (1982). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
KKN Undip. (2023). Pelestarian Kesenian Kubro Siswo. http://kkn.undip.ac.id/?p=23783
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Redfield, R., Linton, R., & Herskovits, M. J. (1936). Memorandum for the study of acculturation. American Anthropologist, 38(1), 149-152.
Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). New York: Free Press.
Soedarsono, R. M. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Susanto, H. (2023). Inovasi dalam Kesenian Kubro Siswo. Universitas Negeri Semarang. http://lib.unnes.ac.id/41016/1/2601415055.pdf
UIN Sunan Kalijaga. (2023). Kesenian Tradisional Kubro Siswo. http://digilib.uin-suka.ac.id/cgi/exportview/subjects/S/EndNote/S.enw
Universitas Negeri Surabaya. (2023). Perkembangan Kesenian Kubro Siswo. Journal UNESA. https://journal.unesa.ac.id/index.php/jcms/article/download/23344/9497
UNNES. (2023). Transformasi Kesenian Tradisional. https://conf.unnes.ac.id/index.php/snep/II/paper/viewFile/193/86
Yuliana, Mustika. (2018). Unsur-unsur Islam dalam Seni Tari Kubro Siswo di Desa Telang Jaya Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin. Skripsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H