Ritual-ritual sakral dan makna filosofis yang mendalam, yang seharusnya menjadi jantung pertunjukan Kubro Siswo, berisiko tenggelam di balik gemerlap modernisasi.Â
Menariknya, transformasi ini telah menciptakan ruang dialog antara pelestarian dan pembaruan. Para seniman Kubro Siswo dituntut untuk berpikir kreatif dalam menyeimbangkan kedua aspek ini. Mereka harus pandai memilih elemen-elemen mana yang bisa dimodernisasi dan mana yang harus dijaga keasliannya.Â
Proses ini menjadi semacam navigasi budaya yang menantang, di mana tradisi dan modernitas harus berjalan beriringan tanpa saling menegasikan.
Di tengah dinamika ini, Kubro Siswo terus berevolusi sebagai bentuk kesenian yang adaptif. Kehadirannya dalam bentuk yang lebih kontemporer justru membuka peluang baru untuk memperkenalkan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda. Melalui alunan dangdut yang familiar, pesan-pesan kearifan lokal tetap bisa tersampaikan, meski dalam kemasan yang berbeda.Â
Perjalanan transformasi Kubro Siswo ini menjadi cermin bagaimana sebuah kesenian tradisional bisa tetap relevan di era modern tanpa kehilangan jati dirinya. Meski menghadapi berbagai tantangan, perpaduan ini telah membuktikan bahwa tradisi dan modernitas bukan dua hal yang harus dipertentangkan.Â
Justru, dengan pengelolaan yang bijak, keduanya bisa bersinergi menciptakan bentuk kesenian yang lebih kaya dan bermakna.
Â
KESIMPULAN
Transformasi Kubro Siswo menjadi Kubro Dangdut (Brodut) menggambarkan sebuah contoh adaptasi kesenian tradisional yang berhasil di era modern. Proses perubahan ini merupakan hasil dialog konstruktif antara generasi muda, sesepuh desa, dan Dinas Kebudayaan, yang menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional.Â
Transformasi ini berhasil menyeimbangkan unsur tradisional dan modern, di mana nilai-nilai spiritual dan filosofis Kubro Siswo tetap terjaga meski dikemas dalam format yang lebih kontemporer. Inovasi ini telah berhasil meningkatkan minat generasi muda terhadap kesenian tradisional, sekaligus membuka ruang baru bagi transmisi nilai-nilai budaya lokal.
 Keberhasilan transformasi ini menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan dalam konteks pelestarian budaya, dengan syarat adanya pengelolaan yang bijak dan berimbang.