Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lampu Menjelang Pernikahan

29 Juli 2018   18:38 Diperbarui: 29 Juli 2018   19:59 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa itu sudah menjadi keharusan untukmu?"

Dia mengangguk.

"Sejak kapan?"

"SMA," wajahnya berubah sendu dan aku selalu merasa lemah jika melihat wajahnya yang seperti itu. 

Aku jatuh hati pada Tuti sejak pandangan pertama ketika awal kali aku bertemu dengannya di salah satu kios buku-buku bekas di sebuah Mall di selatan Jakarta. Saat itu aku tengah asyik mengaduk-aduk buku fiksi yang bertumpuk di salah satu rak kios itu, mencari novel atau kumpulan cerpen apa pun yang menarik untuk kubaca - dan di kepalaku sudah ada beberapa judul yang ingin kubeli sekiranya ada di kios itu, hingga kemudian novel 'Dua Ibu' karya Arswendo Atmowiloto jatuh. Aku melihatnya dan girang. Sebab itu salah satu novel yang sedang kucari. Dan seperti adegan-adegan dalam film, percaya atau tidak itu terjadi padaku dan Tuti, tangan kami secara bersamaan meraih novel yang menggeletak di lantai itu. Dengan posisi setengah menjongkok kami saling bersitatap. Dan pada detik itu, bagai es yang dibakar kemudian mencair seperti demikianlah aku langsung jatuh hati pada Tuti. Jatuh hati pada parasnya yang ayu. Mendamaikan. Laksana udara pagi. 

"Maap, saya mau membeli novel ini," katanya, memutus keterpesonaanku padanya.

"Saya juga mau membeli novel ini," tandasku cepat. 

"Tapi novel ini sedang saya cari-cari."

"Novel ini juga sedang saya cari-cari."

"Kau jangan mengikuti kata-kata saya!"

"Tidak. Saya tidak mengikuti kata-katamu. Memang begitu kenyataannya!" ujarku jadi sedikit kesal, kendatipun begitu aku masih tengah mengagumi paras ayunya sekalipun dia sedang judas. Tapi biarlah kekaguman itu kusimpan dalam hati saja. Tanpa ancang-ancang aku segera menarik novel itu agar sepenuhnya berada digenggamanku, namun tertahan karena ternyata secara bersamaan dia pun menariknya juga. Beberapa saat kami saling tarik-menarik persis anak-anak yang sedang berlomba tujuh belas agustusan sebelum si pemilik kios datang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun