Mohon tunggu...
Samridwan
Samridwan Mohon Tunggu... Penulis - Mochammad samsi Ridwan

Pekerja teks komersial yang berusaha menjadi buruh kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Hukum di Indonesia

21 Maret 2020   09:10 Diperbarui: 21 Maret 2020   09:22 13664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstrak

Secara konstitusional telah disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut dengan jelas tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Maka, yang menjadi supremasi adalah hukum, bukan politik atau bahkan ekonomi. 

Sehingga, sudah wajib hukumnya semua lapisan masyarakat tunduk dan patuh pada hukum, serta mendapat hak yang sama dimata hukum. Untuk mencapai supremasi hukum, maka sangat diperlukan kesadaran hukum dari masyarakat maupun aparat penegak hukum.

Namun, sekarang ini hukum dianggap sebagai peraturan biasa yang kerap dilanggar. Baik itu pelanggaran kecil atau pelanggaran besar sekalipun. Masyarakat menganggap hukum hanya sebagai formalitas negara untuk mengaplikasikan UUD 1945 dalam kehidupan bernegara. 

Sehingga banyak sekali pelanggaran-pelanggaran kecil yang dilakukan masyarakat, seperti pelanggaran lalu lintas. Oleh karena itu, penting sekali membudayakan hukum dalam kehidupan sehari-hari.

Ilmaa Surya Istichomaharani (2016) memngatakan bahwa salah satu penggerak bangsa adalah pemuda. Di sisi lain, kita tahu bahwa ada sekelompok pemuda yang kita sebut sebagai "mahasiswa". Mahasiswa adalah salah satu aset bangsa dalam membangun hukum di Indonesia. 

Sebagai pemuda yang lebih berintelektual dan berpengaruh, mahasiswa melakukan gerakan-gerakan yang intelektual pula dalam rangka membudayakan hukum dikalangan pemuda lain. Dalam hal ini yang menjadi targetnya adalah pelajar SMA.

Pembangunan Hukum Di Indonesia 

Reformasi Konstitusi telah mengataakan secara tegas bahwa Indonesia adalah negara Hukum. Tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa, " Negara Indonesia adalah negara hukum". 

Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa Negara Indonesia menjujung tinggi hukum dan segala hal yang ada di dalamnya diikat dengan berbagai ketentuan hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis.1 Dengan demikian, secara tidak langsung Indonesia telah menerapkan supremasi hukum.

Namun, masih ada beberapa masalah yang terjadi di berbagai sisi.2 Masalah penegakan hukum adalah salah satu masalah yang sudah akut yang dialami Inndoneisa. 

Diantaranya adalah hukum yang awalnya adalah sebuah ketentuan atau penyangga dan alternatif yang digunakan untuk menciptakan suatu keharmonisan, tegaknya keadilan dan kepastian masyarakat untuk tertib dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ternyata didalamnya juga terdapat suatu masalah yang dapat dikategorikan suatu masalah krisis.

Untuk mengatasi masalah tersebut, setidaknya ada 3 hal penting yang harus dilakukan.

(1) Amputansi atau pelepasan jabatan terhadap pejabat-pejabat birokrasi penegak hukum, yang tidak menerapkan supremasi hukum 

(2) Melakukan pemutihan dengan cara pengampunan secara merata bagi pelanggar hukum sebelumnya, karena kasus-kasus mereka yang sangat rumit untuk diselesaikan, sehingga apabila tercipta sebuah ketentuan hukum baru yang tidak rumit dan sesederhana mungkin tidak ada sebuah ujaran bahwa adanya perubahan sistem hukum tidak adil 

(3) Pergantian orientasi paradigma atas konsepsi Negara hukum rechtsstaat menjadi the rule of law. 

Disisi lain Supremasi Hukum juga diperlukan dalam rangka terwujudnya suatu stabilitas nasional. Supremasi hukum harus benar-benar diterapkan agar mekanisme sistem demokrasi benar-benar berjalan dengan lancar. Dimana kekuatan rakyat dalam menjujung hukum untuk dijadikan suatu acuan dalam bebagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat. 

Jika hal itu dapat terealisasikan, maka stabilitas nasional akan benar-benar terwujudkan. Bukan hanya itu, pembangunan hukum nasional juga diperlukan, karena pada dasarnya pembangunan hukum nasional menjujung tingi terciptanya suatu ketertiban dan keteraturan nasional, oleh karena itu dibutuhkan suatu ketentuan hukum yang benar-benar tertulis serta disepakati secara demokratis.

Budaya Hukum Di Masyarakat 

Seringkali kita mendengar kalimat seperti ini, "Ah, tidak apa-apa saya buta hukum. Toh, saya tidak merugikan orang lain". Padahal, anggapan yang seperti itu adalah sebuah langkah kecil menuju kemunduran peradaban hukum di negera kita. Setiap individu adalah unit terkecil dari peradaban. 

Dari ketidaktahuannya, bukan hanya dirinya sendiri yang dirugikan, namun juga berdampak pada keluarga, lingkungan sekitar, dan bahkan yang tertinggi adalah berdampak pada negara. Ketidaksadaran hukum yang terjadi di masyarakat juga akan mengikis kekuatan supremasi hukum di suatu negara.

Budaya hukum (legal culture) merupakan pemikiran, nilai, juga harapan atas norma atau kaidah dalam kehidupan bersosial di masyarakat. Budaya hukum merupakan salah satu bagian dari luasnya kebudayaan manusia. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. 

Tanggapan tersebut merupakan kesamaan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum dappat menunjukkan bagaimana pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat bersangkutan (Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, 2017).

Jika budaya hukum diabaikan dan dibiarkan berjalan begitu saja sesuai kemauan masyarakat, maka akan dipastikan dapat terjadi kegagalan dalam sistem hukum modern. 

Yang ditandai dengan munculnya berbagai gejala seperti: kesalahan informasi mengenai isi peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat, muncul perbedaan antara apa yang dikehendaki oleh undang-undang dengan aplikasi yang dijalankan oleh masyarakat. 

Sehingga, masyarakat akan lebih memilih untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang mereka kehendaki dan sesuai dengan apa yang telah menjadi nilai-nilai dan pandangan dalam kehidupan mereka.

Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba (2017) juga menyebutkan dalam tulisannya, bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai upaya pembudayaan dan peningkatan kecerdasan hukum masyarakat. 

Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut: 

(1) Upaya pembudayaan hukum harus dilakukan dengan metode yang tepat dan efektif, yakni dengan memanfaatkan potensial dari berbagai media dan infrastruktur serta lembaga-lembaga yang hidup dan tumbuh di masyarakat 

(2) Sosialisasi berbagai materi hukum

(3) Perlu dilakukan pola dan program pembudayaan hukum secara terpadu, terencana dan didasarkan kepada fakta-fakta permasalahan hukum yang terjadi. Dengan demikian, keberadaan tenaga fungsional penyuluh hukum, perlu segera direalisasikan 

(4) Pembudayaan hukum harus dilakukan sejak usia dini dan dimulai dari rumah tangga sebagai miniatur terkecil negara hukum, untuk mencapai masyarakat berbudaya hukum saat ini dan masa depan.

Mahasiswa Sebagai Agent of Change 

Mahasiswa memiliki peran penting terutama dalam masyarakat. Hal tersebut yang sering diungkapkan oleh para akademisi di seluruh perguruan tinggi. Ada 3 substansi peran penting mahasiswa, yaitu Agent of change, Agent of sosial control, dan Agent of iron stok.

Dalam konteks pembahasan ini, yang ditekankan oleh penulis adalah salah satu dari 3 peran tersebut, yaitu mahasiswa sebagai Agent of change. Dimana mahasiswa wajib berpartisipasi dalam mewujudkan perubahan-perubahan menuju sebuah perbaikan.

Untuk mengaktualisasikan peran penting tersebut , sangat dibutuhkan sebuah tuntutan terhadap perguruan itu sendiri, kemudian juga dibutuhkan peran dari segalam lapisan masyarakat serta pemerintah dengan tujuan akhirnya yakni kesejahteraan seluruh komponen Negara. Baik warga negara, instrumen pemerintahan negara, serta kalangan pelajar Negara. 

Namun, dalam yang diutamakan adalah peran perguruan itu sendiri, karena pentingnya peran kampus dalam mendukung mahasiswanya , mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki mahasiswa, serta memberikan arahan dalam setiap kegiatan mahasiswa. 

Demikian pula peran pemerintah yang bergerak melalui suatu lembaga yang dapat memfasilitasi kegiatan mahasiswa, terutama suatu lembaga yang lebih bergerak dalam bidang sosial.

Mahasiswa dapat dikatakan sebagai salah satu aset suatu bangsa. Hal tersebut karena mahasiswa adalah sekelompok masyarakat (pemuda) atau dapat juga dikatakan kaum intelektual dalam berbagai bidang keilmuan dan keterampilan. 

Meskipun tak semua dari mahasiwa dapat mengembangkan keilmuannya dengan maksimal, tapi secara garis besar mereka dapat dikatakan paham dalam suatu hal bidang tertentu. Karena itulah, ada sebuah quote "Student today, leader tomorrow", quote tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah pedoman bagi para mahasiswa. 

Karena siapa lagi penerus bangsa ini selain mereka. Oleh karenanya, mahasiswa harus bisa menerima lalu memikirkan kembali dan mampu menghadapi adanya berbagai problem serta perubahan-perubahan yang ada dalam bangsa ini.

Menyimpulkan pendapat dari para ahli tentang pengertian agent of change adalah orang-orang yang memiliki tindakan sebagai katalis atau pemicu akan terjadinya suatu perubahan yang bias mmemberikan dampak positif.

Karena, perubahan adalah suatu hal yang wajib dalam sebuah bangsa untuk menghasilkan bangsa yang besar, kuat dan bermartabat, baik lahir maupun batin. 

Mahasiswa yang merupakan kaum terdidik ini dapat menjadi suatu kekuatan sosial yang luar biasa dalam konteks perubahan dengan cara mampu membantu dan ikut andil dalam menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi oleh masyarakat dan mampu menciptakan suatu konsep gagasan baru bagi generasi selanjutnya.

Pendidikan Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu usaha untuk membangun peradaban bangsa dengan cara membangun manusia seutuhnya. Tellah kita ketahui, bahwa pendidikan adalah hak setiap orang untuk meningkatkan harkat dan martabatnya. 

berdasarkan pengertian dalam UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. 

Salah satu tingkat pendidikan yang kita kenal dalam system pendidikan di Indonesia adalah Sekolah Menengah Atas. Istilah Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah tak asing lagi di telinga kita. 

SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai kelanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lainnya yang sederajat atau setara (Umi Wahyuningsih Muhadi, 2017).

Umi Wahyuningsih Muhadi (2017) juga menyebutkan bahwa peserta didik pada jenjang SMA adalah mereka (remaja) yang berusia antara 16 dan 18 tahun. Dimana pada usia tersebut, mereka sedang berada pada fase remaja, yakni pada kisaran usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja (teenager) adalah masa/periode peralihan (perkembangan) dari masa kekanakan (childhood) menuju masa dewasa (adulthood). 

Seseorang yang berada pada masa remaja ini ditandai antara lain dengan pubertas dan sedang semangat-semangatnya berkegiatan dalam rangka pencarian jati diri. 

Ciri khasnya adalah bahwa peserta didik di tingkat SMA tengah berada pada masa remaja yang sangat berdekatan dengan gejolak, stres, pubertas, dan tingkat kemampuan berpikir abstrak dan memaknai suatu obyek tanpa memerlukan fisiknya atau bahkan pengalaman sebelumnya.

Secara operasional pendidikan menengah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2010 (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Namun, pada tahun ajaran 2017/2018, hanya ada kurang lebih 4.783.600 anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di bangku SMA.7

Pelaksanaan Pemuda Dan Hukum: Aktualisasi Mahasiswa Sebagai Agent of Change Dalam Pembangunan Budaya Hukum Terhadap Pelajar Sma Melalui Konsep Goes to School And Legal Expo 

Pelaksanaan goes to school and Legal Expo diawali dengan perekrutan beberapa mahasiswa dari Fakultas Hhkum/Syariah untuk menjalankan gerakan tersebut ke SMA yang ingin dituju. Kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan segala administrasi yang diperlukan. 

Mulai dari administrasi dari kampus asal mahasiswa penyelenggara, juga administrasi di SMA yang akan didatangi. Setelah masalah administrasi terselesaikan, koordinasi dengan OSIS di SMA yang dituju diadakan. Hal tersebut bertujuan untuk mempersipakan segala sesuatu yang dibutuhkan agar kegiatan goes to school and Legal Expo terlaksana.

Kegiatan goes to school ini menggunakan sistem seminar umum dan expo. Bisa dilakukan di gedung pertemuan sekolah atau di lapangan sekolah atau tempat yang sekiranya membuat para peserta seminar merasa nyaman dan enjoy. 

Topik utama yang diulas dalam seminar ini adalah mengenai pentingnya kesadaran hukum dikalangan pemuda. Pembahasan ditekankan pada demokrasi di Indonesia, terlindunginya HAM, masalah KKN, dan sistem hukum di Indonesia. Seminar dibagi kedalam 3 kali sesi: (1) Pemaparan topik pembahasan utama (2) Sesi Tanya jawab (3) Penutup sekaligus penyerahan hadiah kepada para pelajar SMA yang bertanya.

Selain seminar, mahasiswa juga menggelar expo sebagai follow up dari seminar. Expo dipilih karena sistem tersebut terasa milenial dan digandrungi anak muda. Maka, setelah seminar terlaksana, para pelajar SMA dipersilahkan mengunjungi stand-stand yang telah tersedia dalam expo. Expo yang digelar bertujuan untuk mengajak para pelajar SMA mengenal lebih jauh lagi tentang hukum dalam berbagai hal. 

Oleh karena itu, setiap stand dalam expo akan berisikan 4-5 mahasiswa yang mampu menjelaskan masalah hukum yang berbeda. Misalnya stand 1 adalah stand tentang HAM, stand 2 tentang KKN, stand 3 tentang Hukum Keluarga, stand 4 tentang Hukum Tata Negara, stand 5 tentang Hukum Ekonomi, dan lain-lain. Dengan begitu, para pelajar SMA bisa mendatangi stand sesuai dengan hukum apa yang ingin diketahui lebih dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun