Puutaro izin pulang cepat karena badannya tiba-tiba terasa tidak enak. Kepalanya mendadak pusing memikirkan hal itu.
Orang-orang itu sudah lupa. Entah lupa karena sudah "dicuci" otaknya, atau lupa karena hal lain.
Yang pasti, mereka pasti lupa karena lebih suka mengurusi urusan orang lain. Mengurusi urusan para selebram, selebriti, youtuber, poli-tikus, bahkan urusan negara mereka campuri. Mencampuradukkan segala macam kepentingan karena egoisme demi kepuasan pribadi pun sudah lumrah dilakukan.
Banyak juga yang rela "menghabiskan" waktunya untuk menjadi pengamat "dadakan". Semua urusan diborong bak mandor bangunan, untuk dikomentari, baik persoalan politik, sosial, teknologi, ekonomi, agama, dan lainnya.Â
Synapse di otaknya mungkin sudah capek menyalurkan informasi yang didapat dengan instan, hanya dengan googling dari Internet. Sehingga semua informasi yang berhubungan dengan reformasi, tidak bisa tersalur.
Di dalam angkot perjalanan pulang pun, Puutaro masih terus termenung.
"Mas, udah sampai ujung nih. Mau ikut nginep sama saya di pool?"
Ucapan sopir angkot menyadarkan lamunan Puutaro.
"Jangan bengong terus mas. Orang muda jangan kebanyakan ngelamun. Siapa tau entar ditelpon Pak Jokowi, diajak gabung di kabinet," ujar sopir angkot sambil terkekeh.
Puutaro tersenyum kecut, merogoh kantong celana, membuka lipatan uang seribu dan lima ribuan yang lecek dan bertumpuk dari sana, menghitung, lalu menyerahkan ongkos 6000 rupiah ke sopir.
"Ehm, omong-omong abang pernah denger tentang reformasi nggak?" tanya Puutaro untuk terakhir kalinya dengan putus asa, karena tidak ada seorang pun yang tahu hal itu.