"Nih nasi rames lu, Padli. Ni pesenan lu Puutaro," ujar Mak Entin seraya menaruh makanan pesanan, masing-masing dihadapan kedua orang itu.
"Oh, dia bernama Padli rupanya," kata Puutaro dalam hati.
Dia melirik sebentar ke arah ke Padli, yang langsung asyik menikmati nasi rames, sesekali menaikkan kacamatanya yang melorot, dan tangan kirinya tetap memegang smartphone. Manusia zaman sekarang memang senang melakukan dua hal sekaligus. Apapun itu.
Begitu juga Puutaro. Sambil mengunyah nasi, dia membuka kulit melinjo, menggigit kulit kerasnya, membuang, kemudian mengunyah isinya, namun pandangan matanya tidak lepas dari televisi di dinding.
"Wah, banyak juga yang tertangkap karena menyebarkan hoaks ya Bang," Puutaro membuka percakapan.
"Iya, hampir setiap hari ada beritanya di tipi," sahut Padli.
"Memang sekarang banyak sekali orang yang kebablasan, menganggap reformasi sebagai kebebasan untuk melakukan apapun yang mereka mau."
"Betul kan, bang?" tanya Puutaro, sekadar ingin orang disebelahnya juga setuju atas ucapannya tadi.
"Reformasi?" tanya Padli sambil mengernyitkan alis.
"Iya, reformasi. Itu lho, gerakan pembaharuan yang dimulai oleh berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa pada tahun 98, yang juga menjadi penyebab tumbangnya rezim Orde Baru."
Sambil berkata begitu, Puutaro agak heran karena Padli--yang kelihatan seumur dengannya--tidak tahu gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia. Anggapan Puutaro, reformasi--dengan latarbelakang beberapa faktor, yaitu: krisis politik, ekonomi, hukum, sosial, dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah--tentu suatu peristiwa yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.