Â
      Karena perilakunya yang masih terjaga dari keingkaran pada Allah SWT membuat pada awalnya kemusyrikan atau perilaku musyrik belum terjamah oleh manusia. Musyrik baru terjadi pada zaman Nabi Nuh As[52] yang pada diawali dengan ghuluw pada orang-orang shalih yang kemudian diwujudkan pada sebuah patung (berhala) yang disembah sebagai tuhan , yang kemudian terus berlanjut perkembangannya hingga saat ini dengan bentuk yang beragam.
Â
Perkembangan bentuk-bentuk syirik kemudian digolongkan sesuai dengan tingkat kekufuran dan keimanan seseorang, yang kemudian dibagi menjadi 2 yaitu, Syirik Akbar (besar) dan Syirik Asghor (kecil) yang dapat berbentuk perbuatan maupun perkataan bahkan hanya karena niatnya dalam beribadah seseorang dapat menjadi musyrik.[53] Melalui wahyunya ini Allah SWT memberi peringatan pada umat manusia untuk menyingkirkan diri dan hatinya dari perbuatan yang dapat menyebabkan kesyirikan. Karena Allah SWT juga telah menegaskan bahwa syirik merupakan perilaku yang tidak diberi penenggangan dosanya. Tak hanya itu, perbuatan syirik dapat membatalkan keimanan dan menimbulkan kesia-sian bagi pelakunya.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur'an, Jakarta: Amzah, 2008.
Â
Al-'Alamah Syaikh Abdulloh bin Abdul Aziz bin Baaz, Syarah Kitab Tauhid, Jakarta: Ash-Shahihah, 2013.
Â