Setelah kalimat terakhir yang diucapkan Siska, suasana mendadak hening, bartender hanya terdiam menunduk, entah apa yang sedang dipikirkannya, Siska yang tidak tahu lagi harus berucap ikut terdiam.
“Sepertinya gua jatuh hati sama perempuan jalang.” Tiba-tiba saja bartender berucap sesuatu yang mengangetkan.
“Lo ngomong apa? Perempuan jalang itu yang kerjaannya seperti gua,” bantah Siska.
“Menurut gua mbak punya harga diri ketimbang pacar gua.”
“Lo masih mabok kena tonjok?” tanya Siska.
“Gua serius, mbak dapet duit setelah memberikan kenikmatan pada para lelaki hidung belang, nah dia, dapat apa yang dia inginkan dengan mengatas namakan cinta dan kasih sayang, sekarang siapa yang lebih jalang?”
“Entahlah, pertanyaan lo sulit buat gua.”
“Gua gak benerin apa yang mbak kerjain, hanya saja setelah apa yang mbak bilang tadi, gua jadi kepikiran jika penjahat cinta itu lebih jalang dari perempuan paling jalang.”
“Lo sanggup jalan?” Siska mengalihkan pembicaran.
“Sepertinya.”
“Lo istirahat kerumah gua aja, udah mau pagi ini.”