Siska tidak lagi bertanya atau memberi pernyataan atas jawaban yang diucapkan bartender, kemudian kembali meneguk habis whiskey di gelas yang sudah di isi ulang.
Tidak lama kemudian seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan kumis yang lebat duduk disalah satu bangku club, dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Siska dan bartender. Lelaki tersebut menatap tajam kearah Siska kemudian menggerakkan tangan seakan memberi isyarat. Siska yang paham akan gerakan tangan tersebut bangkit dari tempat duduk.
“Client ya mbak?” ucap bartender.
“Begitulah.” Siska meninggalkan bartender dan gelas whiskey yang sudah kosong.
Siska bekerja sebagai penari sekaligus pelayan di sebuah club malam, namun penghasilan dari pekerjaan tersebut tidak cukup untuk membiayai keperluan hidup dia dan putrinya, kebutuhan pokok yang semakin hari semakin mahal mengharuskan Siska untuk mendapatkan uang tambahan, dan menjadi pemuas nafsu hidung belang adalah satu-satunya pekerjaan lain yang bisa dia lakukan untuk memenuhi segala kebutuhan.
Saat club sudah di penuhi sesak manusia pencari kenikmatan malam, Siska baru kembali dari pekerjaan lemburnya.
“Lama banget mbak.” Baternder yang tadinya sempat ngobrol berteriak melihat Siska yang berlalu..
“Kasih gua yang paling keras,” teriak Siska kepada bartender diantara hiruk pikuk alunan musik disco.
“Siap nyonya.” Bartender meletakan gelas ukuran sedang yang terisi penuh dihadapan Siska.
Dalam hitungan detik Siska meneguk habis isi gelas tanpa tersisa.
“Apaan nih? Keras banget.”