***
Sudut pandang Bima :
Aku bingung disitu. Bastian masih tampak kesal dan menangis tersedu-sedu. Bintang lari, pergi entah kemana. Aku berusaha mencari Bintang ke setiap sudut kota Lyon. Diluar, banyak sekali orang berlalu-lalang. Mobil polisi, ambulan, dan pemadam kebakaran saling berdatangan. Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi? Aku tak sengaja mendengar dari seorang lelaki paruh baya yang menjerit sambil berlari-lari, "Awas ada bom! Cepat-cepat pergi! Ada seorang remaja wanita yang terkena ledakan! Tolong bantu dia!", Aku langsung teringat dengan Bintang. Dimana keberadaannya sekarang? Ya Tuhan, semoga dia baik-baik saja.
Malam itu, aku mendapat telepon dari pihak rumah sakit. Remaja wanita yang bernama Bintang Asmara Alauna menjadi korban ledakan bom di kota Lyon sore tadi. Aku terkejut, pikiranku buyar. Aku harus pergi menemui Bintang sekarang juga. Aku memberitahu Bastian dan bergegas menuju rumah sakit untuk melihat kondisi Bintang. Ia sedang berbaring di ruangan UGD dan sedang ditangani oleh tim medis. Wajahnya berlumuran darah, para perawat sedang membasuhnya dengan kain kasa. Astaga Bintanggggg!!! Aku menjerit melihatnya. Aku sudah menghubungi keluarganya agar cepat terbang ke Perancis hari ini juga. Badanku gemetar, aku memaksa masuk ke ruangan itu. Tetapi, para perawat itu menahanku. Kata dokter, kondisi Bintang kronis. Tuhan, selamatkan Bintang. Aku akan melakukan apa saja demi keselamatannya.
Bastian diam di sudut ruangan rumah sakit. Aku menghampirinya. Dia memelukku, lalu menangis, lagi. "Bim, aku gamau Bintang pergi. Aku gamau orang yang aku sayang, yang kita semua sayang pergi lagi. Apalagi ini Bintang. Cewe paling berpengaruh diantara kita. Bim, kita harus gimana, Bim?!", teriaknya di telingaku. Aku pun sama, Â ikut menangis juga. Aku berusaha menenangkan Bastian, "Bas, untuk sekarang ini kita berdo'a yang terbaik untuk keselamatan Bintang. Aku yakin kok, Bintang pasti kuat. Dia pasti selamat dan sembuh. Mimpi kita yang selanjutnya harus tercapai bareng-bareng lagi. Ga boleh ada satu pun diantara kita yang pergi".
                       ***
PART 9 : KEMBALI BERSAMA
Sejak malam, aku dan Bastian tidur menemani Bintang di rumah sakit. Ia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku baru saja pulang dari toko coklat yang biasa aku beli jika berkunjung ke kota ini untuk pameran lukisanku. Aku membeli sekotak coklat kesukaannya Bintang.Â
"Bintang, aku membawakan coklat kesukaanmu. Dan ini, hadiah dariku untukmu. Jika hadiahnya sudah terbuka, itu tandanya kamu sudah bangun. Aku menunggu momen itu". Bintang dinyatakan koma. Aku terus berdo'a agar ia cepat siuman. Kita harus pergi ke Paris. Waktu di Bali, ia pernah memimpikan soal Menara Eiffel. Akan kubawa dirimu kesana Bintang. Sembuhlah demi mimpi-mimpi kita.
Sudah tiga puluh hari terlewati. Bintang masih belum bangun juga. Dari pagi hingga pagi lagi, Bastian selalu ada di samping Bintang. Ia mengharapkan Bintang untuk segera bangun dari komanya. Aku tau, ia pun pasti menyukai Bintang. Tetapi, ia tak pernah mengungkapkannya sampai bertemu dengan Ajana. Dan rasa dalam dirinya pasti tumbuh kembali.
Aku pergi keluar sebentar untuk mencari udara segar. Berusaha memainkan sebuah lagu yang indah dengan biola  demi menghibur diri sendiri. Aku teringat dengan lagu yang pernah ku mainkan bersama Bintang waktu perayaan ulang tahun SMA. Lagu itu diberi judul "Hiduplah Demi Kau dan Aku" ciptaan oppa dan kakeknya Bintang. Dalam setiap bait liriknya, dalam jiwa ku berkata : Tuhan, sembuhkanlah Bintang. Hanya itu yang ku inginkan sekarang.