Enam bulan lebih setelah kami berteman, ketika aku sudah memasuki semester dua, dan Kinan kian sibuk dengan tugas-tugas barunya di semester empat, aku bertekat untuk mengutarakan perasaanku kepadanya.
Di Kamis sore yang mendung aku mengajaknya makan di sebuah kafe. Sejak awal kami berkenalan, ia hampir tidak pernah menolak ajakanku untuk pergi ke suatu tempat meski di waktu ia sibuk sekalipun. Seperti di waktu itu, ketika ia masih mengerjakan laporannya.
"Masih banyak yang mesti ditulis?"
"Iya nih. Lumayan," jawabnya sambil terus memencet tut keyboard laptop.
"Aku mau bicara sesuatu."
"Ya udah, bicara aja."
"Lihat aku sebentar."
Ia menarik napas, "Hedeeh hedeeh. Iya deh. Iya."
"Kin."
"Iya. Apaan?"
"Aku suka sama kamu. Apakah kamu bersedia kalau kita pacaran?"