***
Hari-hari yang aku lewati dengan Kinan adalah sebuah keajaiban. Tiga tahun yang terasa singkat. Keinginanku untuk hidup bersamanya pun terasa semakin bulat.
Beberapa minggu usai wisuda, aku memperkenalkan Kinan kepada kedua orangtuaku. Sayangnya, ibu dan ayahku secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap Kinan.
Sepulangnya Kinan dari rumahku, aku sempat beragumen dengan keduanya. Aku menerangkan bagaimana Kinan sudah mengubah dan menemaniku sampai sejauh itu. Betapa Kinan adalah perempuan pekerja keras dan mandiri. Namun dengan lantangnya ibu mengatakan bahwa ia tidak menyukai perempuan pekerja keras. Ayahku malah menambahkan bahwa mereka lebih mendukung jika aku memiliki pasangan yang 'anak rumahan'.
Aku bersedih. Aku menelepon Kinan hingga larut malam. Aku menceritakan segala yang dikatakan oleh ibu dan ayahku atas permintaannya sendiri. Satu-satunya kekurangan Kinan yang tidak aku sukai adalah ia sering merasa tidak layak untukku. Dan sepertinya kejadian ini semakin memukul perasaannya dan membuatnya memutuskan untuk menjauhiku. Sekalipun aku sudah memohon kepadanya untuk tetap bertahan dan mengajaknya berjuang bersama-sama demi mendapatkan restu dari kedua orangtuaku.
Aku gagal untuk membuat Kinan tetap tinggal. Suaranya terdengar tersedu-sedu di balik telepon itu.
"Aku pamit dulu ya, Pacarku. Jaga diri kamu baik-baik. Kalau memang berjodoh, kita akan bertemu lagi. Mungkin nanti, di saat aku sudah layak."
Itu kalimat terakhir yang aku dengar dari Kinan sebelum ia menutup sambungan telepon. Sebelum nomornya tidak aktif. Sebelum ia menghilang tanpa kabar. Sebelum aku menyusulnya ke tempat kosnya, namun yang aku lihat hanyalah ruangan kosong
Beberapa hari setelahnya aku sempat bertanya kepada beberapa orang kenalannya, bahkan kepada rekan kerja di kantornya, namun tidak seorang pun yang mengetahui keberadaannya. Menurut seorang rekannya, Kinan mengajukan surat pengunduran diri hanya melalui email. Ia pergi tanpa sempat berpamitan.
***
Tiga tahun sudah berlalu, hingga aku tiba di hari ini, di Halte Kilometer 25 Martapura ini, dan mendengar percakapan sepasang pemuda tentang indahnya jatuh cinta. Untuk kesekian kali aku kembali teringat pada Kinan. Dan untuk yang kesekian kali juga aku masih menunggunya di sini.