Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bocah Misterius

6 Agustus 2019   13:11 Diperbarui: 6 Agustus 2019   17:47 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan rasa takut dia kembali menjalankan mobilnya menembus kecepatan tinggi. Matanya memerah dan melotot ke arah jalanan yang masih lengang. Tapi hatinya diaduk oleh perasaan bersalah. Dia sempat berpikir untuk membawa anak itu pulang ke apartemennya untuk setidaknya memberinya pertolongan. Tapi dia takut. Terlalu takut apabila ada yang mendapati dia telah menabrak bocah itu hingga sekarat atau bahkan mati.

"Tidak, tidak! Dia sepertinya sudah mati. Aku tidak mungkin membawa mayat ke rumah! Habislah aku. Aku akan membusuk di penjara."Bibir dan hatinya bergetar hebat di sepanjang jalan.


Ketika tiba di apartemen, dia langsung terbirit-birit masuk ke dalam, mengunci pintu dan merendamkan tubuh beraroma tak sedapnya ke dalam bak mandi. Pikirannya masih mengarah pada bocah itu. Masih. Dan sepertinya akan selalu. Kepalanya juga terasa pusing akibat bir impor yang seharusnya tidak ia minum.

"Sial! Goblok! Apa yang sudah kulakukan!?" Ia kembali berbicara pada diri sendiri sewaktu berbaring di atas kasur yang juga gelisah karena sudah lama tidak dia cuci.

Beberapa kali dia bangkit dan berjalan ke arah jendela yang ditutupi oleh gorden berwarna merah muda itu, memerhatikan jalanan yang mulai ramai. Dia tidak bisa tidur hingga pagi. Kepalanya masih sempoyongan, matanya masih berkunang-kunang dan otaknya disiksa oleh kejadian pukul satu dinihari lalu. Dia tidak pernah mengira kalau akhirnya dia akan menjadi penjahat. Beruntung, hari itu hari Minggu. Dia tidak perlu keluar apartemen untuk pergi bekerja. Sebab dia masih trauma dan tidak ingin tahu tentang berita-berita yang mungkin sedang tersebar di kota, tentang bocah laki-laki yang tewas sebagai korban insiden tabrak lari yang kejam.

Pablo memendam dirinya seharian penuh di dalam sebuah ruangan 10x15 meter persegi, menghindari acara-acara berita di televisi. Sesekali dia memutar otaknya yang dipenuhi bayangan bocah itu. Dia penasaran apa yang sebenarnya dilakukan bocah itu di tengah jalan pada saat tengah malam.

***

Malam berikutnya, saat pusing kepalanya telah hilang, dan yang tersisa penuh di benaknya hanyalah segumpal penyesalan. Serta ketololan yang seolah menyumbat rongga dadanya buat bernafas. Perasaan bersalah semakin menghantuinya ketika kepalanya sudah mulai mampu berpikir waras.

Kemudian mimpi-mimpi tentang bocah itu mulai muncul, teror dari tubuhnya yang merah dan darahnya yang mengalir terus. Sejak saat itu dia rutin terbangun pukul satu dengan embusan nafas yang menggebu-gebu dan mata merah melotot yang seperti orang kesetanan.

Mimpi buruk itu terus mengejarnya selama  seminggu. Tepatnya hingga hari ini dan membuatnya yang kini nampak terlihat menyedihkan jadi semakin tertekan. Dia tidak masuk kerja dari senin hingga sabtu, dengan alasan sakit. Seperti yang tertulis pada  pesan singkat yang dia kirim pada atasan tambunnya yang masih sibuk di luar kota.

Sudah delapan hari, dan potongan-potongan mimpi itu belum hilang juga. Kulitnya kelihatan semakin pucat. Kantung matanya seperti lingkaran hitam di wajah panda. Dan kegelisahan di dalam kepalanya melebihi hari-hari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun